AGAR memudahkan pemantauan laju penularan wabah, Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Nasional menetapkan empat kode warna ke zona terdampak. Penyematan warna ditentukan dari kurva statistik tinggi rendahnya kasus positif Covid-19 di setiap daerah. Di antaranya merah, oranye, kuning, dan hijau; mirip lampu traffic light di perempatan jalan.
Jika warna di traffic light untuk mengatur lalu lintas, warna zonasi Covid-19 berfungsi sebagai penentu kebijakan penanganan wabah. Wilayah Zona Merah misalnya, menandakan penularan sudah meluas dan melahirkan banyak klaster. Sehingga, perlu diberlakukan lockdown atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti di Surabaya dan Jakarta.
Sedangkan Zona Oranye, artinya resiko penyebaran virus tidak terkendali. Gugus Tugas di daerah perlu memantau klaster baru melalui test dan pelacakan agresif. Sementara Zona Kuning berarti meruyaknya Covid-19 dapat dikendalikan, namun masih besar kemungkinan bertambahnya kasus positif. Lalu Zona Hijau, akan ditetapkan bila di suatu daerah tidak terdapat kasus positif.
Memasuki bulan keempat masa pandemi virus corona, perubahan stempel warna zona terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Salah satunya Kota Kediri, Jawa Timur. Dari sebelumnya dilabeli zona merah, kini statusnya menjadi kuning.
“Berikutnya, kita berupaya keras mencegah penularan agar Kota Kediri kembali ke Zona Hijau. Salah satunya melalui rapid test acak,” kata Abdullah Abu Bakar, Wali Kota Kediri, Jumat, 19 Juni 2020.
Meski kini sudah dinyatakan sebagai Zona Kuning, Abu mengimbau masyarakat Kota Kediri tetap waspada. Adanya peraturan yang membolehkan beroperasinya kegiatan bisnis, bukan berarti masyarakat bebas beraktivitas. Pembatasan sosial masih perlu dilakukan agar tidak kembali muncul korban positif serta klaster-klaster baru.

Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Nasional, Achmad Yurianto mengatakan, penyebaran virus corona sifatnya sangat tidak menentu dan dinamis. Jika ada daerah-daerah yang sebelumnya tidak terdampak, dalam waktu cepat bisa berubah menjadi kawasan beresiko. Baik itu daerah perkotaan maupun pedesaan, tidak ada perbedaan. Sebab, pertambahan kasus positif Covid-19 selaras dengan gerak aktivitas masyarakat. Semakin tinggi mobilitas masyarakat, maka semakin besar potensi penularannya.
“Ini penyakit menular, basis kerjanya pada pergerakan epidemologi, yaitu tentang distribusi virus ke siapa, kapan, di mana, serta bagaimana pola penyebarannya,” kata Achmad Yurianto.
Menurutnya, perubahan status warna daerah Covid-19 hanya berdasarkan angka statistik. Di sisi lain, ancaman penyebaran virus corona tetap ada, bisa menyerang siapa dan dimana saja. Seperti yang terjadi di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Belum genap seminggu dinyatakan sebagai zona hijau, empat warga divonis positif virus corona.
Berkaca dari kasus di Banyumas, meskipun tinggal di kawasan zona hijau, itu bukan jaminan tidak tertular virus corona. Ketika pelonggaran wilayah sudah diberlakukan, siapapun punya berpotensi menjadi carrier atau pembawa virus. Baik itu urusan bekerja atau sekadar anjangsana, begitu tiba ke suatu daerah, dia bisa berpotensi menyebarkan virus.
Bertahan di masa pandemi Covid-19 ibarat sedang melintasi traffic light. Mematuhi lampu merah, kuning, dan hijau saja, tidak cukup. Demi keselamatan saat sedang berkendara perlu waspada, tengok kiri-kanan, dan melaju di jalur yang benar. Begitu pula bagi masyarakat yang kini berjuang melawan meruyaknya virus corona. Entah sekarang berada di zona merah, kuning, atau hijau; penerapan protokol kesehatan adalah kunci keselamatan, serta upaya paling efektif memutus mata rantai penularan. (Kholisul Fatikhin)