BARANGKALI masih banyak masyarakat Kota Kediri belum tahu jika di tepi Sungai Brantas ada patung berukuran cukup besar. Letaknya tersembunyi, berada di kompleks klenteng Tjoe Hwie Kiong. Dengan posisi menghadap ke arah barat, membuat keberadaannya hanya bisa dilihat dari kawasan jalan dekat Pondok Pesantren Wahidiyah, Kedunglo, Bandar Lor, Mojoroto, Kota Kediri.
Berdiri sejak 5 Oktober 2011, patung batu setinggi hampir 5 meter dan berbobot 18,5 ton itu dibawa dari Buthien, China. Dengan ornamen khas kerajaan China, sosok bernama Thain Shang Sen Mu itu digambarkan sebagai perempuan bangsawan lengkap dengan mahkota dan jubah kerajaan.
“Para wisatawan dan pengunjung klenteng Tjoe Hwie Kiong dipersilahkan memotret patung Mak Co sebagai pelengkap dokomentasi,” kata Parjitno Sutikno, Ketua Klenteng Tjoe Hwie Kiong, Selasa, 11 Oktober 2022.
Penganut ajaran Tri Dharma menyebut Thain Shang Sen Mu dengan nama populer Mak Co. Dalam kepercayaan masyarakat China, dewa Mak Co adalah anak nelayan yang mempunyai keahlian di bidang astronomi sehingga bisa memperkirakan cuaca. Selain itu juga bisa menyembuhkan penyakit.
Di klenteng Tjoe Hwie Kiong, ada 18 dewa yang dianut. Namun Dewa Mak Co adalah dewa pertama yang disembah. Thain Shang Sen Mu menjadi tuan rumah atau dewa besar di kelenteng Tjoe Hwie Kiong.

Di Indonesia, Dewa Mak Co dikenal melalui para saudagar China. Keberadaan Kota Kediri yang dulu juga menjadi bandar atau pelabuhan perdagangan membuat nama Mak Co juga ikut masuk. Para pedagang China membawa patung Thain Shang Sen Mu atau Mak Co dan menjualnya sebagai sesembahan. Ia diyakini bisa menolong seseorang ketika mengalami musibah dalam perjalanan.
“Dari kisah masuknya Dewa Mak Co dapat diketahui jika interaksi orang Kediri dan China sudah berlangsung sejak ribuan tahun silam,” ujar Sigit Widiatmoko, Dosen Sejarah Universitas Nusantara PGRI (UNP) Kediri.
Etnis Tionghoa dikenal mempunyai daya jelajah hingga ke seluruh penjuru dunia. Kawasan Kediri tak luput dari kunjungan mereka karena daerah yang dibelah Sungai Brantas ini memiliki komoditas pertanian berkualitas. Dari catatan pedagang China, diketahui jika Kediri adalah daerah penghasil beras dan rempah-rempah.
Sigit menerangkan, interaksi antara masyarakat Kediri dan China menghasilkan pertukaran budaya yang masif. Misalnya, di dunia kuliner muncul ragam makanan seperti bakso, bakpau, bakmi, dan bakpia. Orang-orang China tersebut akhirnya mendirikan permukiman yang dikenal dengan pecinan.
“Ketika sudah muncul permukiman, secara otomatis sistem kepercayaan juga ikut dibawa, di Kediri ada Mak Co yang dianggap sebagai dewa penolong,” kata Sigit.

Patung Mak Co di kelenteng Tjoe Hwie Kiong sama persis seperti patung yang ada di negara asalnya. Jika dilihat dari garis lintangnya, patung Mak Co menghadap ke Pulau Meizhou di Provinsi Fujian, China yang menjadi tempat kelahiran Mak Co. Sedangkan yang di Kediri menghadap Sungai Brantas.
Klenteng Tjoe Hwie Kiong dipilih menjadi lokasi penempatan patung Mak Co karena merupakan pusat peribadatan masyarakat penganut Tri Dharma. Berdiri pada tahun 1817, klenteng di Jalan Yos Sudarso 148, Kelurahan Pakelan ini termasuk bangunan cagar budaya di Kota Kediri. (Azka Syarofi Mukhtar, Mahasiswa Program Studi Sosiologi Agama IAIN Kediri, sedang magang di Kediripedia.com)
Discussion about this post