PADA Jum’at, 8 November 2019, Kediripedia.com akan meluncurkan film terbaru, “Air Mata di Ladang Tebu”. Berbeda dengan karya sebelumnya yang bergenre dokumenter, “Air Mata di Ladang Tebu” ialah film fiksi berlatar peristiwa sejarah yang mengangkat kisah tentang kemanusiaan.
“Film kedua ini diproduksi bersama berbagai elemen masyarakat. Secara konseptual, digagas, diriset, dan diskenariokan jauh lebih dulu dan lebih lama,” kata Dwidjo U. Maksum, sutradara film “Air Mata di Ladang Tebu”.
Pria yang akrab disapa DUM ini melanjutkan, bahwa tahap pembuatan film yang menyajikan cerita dengan latar sejarah tahun 1979 tersebut memakan waktu selama dua bulan. Namun secara konseptual tahapan riset dan persiapan teknis dikerjakan mulai awal 2019.
Sebagian besar pengambilan gambar dilakukan di daerah tapal batas Kediri Selatan, meliputi Kecamatan Sambi, Kras, Ringinrejo, dan Ngadiluwih. Area ini dibidik karena konstruksi wilayah dinilai cocok dengan setting yang dibutuhkan. Bahkan beberapa properti pendukung film; seperti rumah beserta perabotnya, kostum pemain, diperoleh dari masyarakat sekitar secara swadaya.
Dari sembilan titik lokasi pengambilan gambar, justru pemilik rumah yang ketepatan dipakai lokasi shooting membuatkan konsumsi untuk seluruh kru film. Seperti kediaman Siti Mudawamah, yang terletak di desa Krandang Kecamatan Kras.
“Alhamdulillah, saya tidak merasa direpotkan, justru senang melihat anak-anak muda yang semangat,” kata Siti Mudawamah.
Mayoritas, dari sebelas orang total jumlah seluruh aktor yang telibat ialah warga setempat. Sebut saja Imam Syafi’i yang memerankan Kirman, dan Nur Huda sebagai Warno. Sehari-hari, kedua sahabat karib ini aktif berburu besi tua atau benda-benda bekas yang mempunyai nilai jual lebih di kalangan kolektor atau penyuka barang vintage.
Begitu juga dengan Musyafa, Ben Sukaya, Agus Hari Purnomo, Putut Eko Prasetyo, Budiyanto Latif, Muhammad Basuki Abbas, dan Wahyu Amanto. Mereka datang dari berbagai latar; seperti petani, pegawai, pedagang hingga pemilik bengkel motor dan pengelasan. Menariknya, meski sama sekali belum pernah bersentuhan dengan seni peran, mereka sanggup menampilkan kemampuan akting dengan baik.
Adapun untuk kebutuhan ilustrasi musik pengiring film, dikerjakan di Studio HIA yang digawangi dua kakak-beradik, Didik Jhon Lo dan Hamdan Kurniawan. Sehari-hari, Didik aktif mengelola bengkel las di wilayah Udanawu. Sedangkan Hamdan bekerja di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Blitar.
“Menyaksikan berbagai latar belakang sosial bergiat menggarap film ini secara swadaya, dan bahkan tak mau dibayar, membuat saya tergerak ikut terlibat,” kata DR Taufik Al Amin, Kepala Program Studi Sosiologi Agama IAIN Kediri.
Dosen senior dan Ketua Lesbumi (Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia) Kota Kediri ini turut andil dan mendapat peran sebagai Kaji Dullah. Ada juga Cicik Ari Winarni, tenaga ahli pendamping Prodamas Kelurahan Semampir, Kota Kediri, yang terpilih memainkan tokoh perempuan bernama Sinem, satu-satunya sosok perempuan dalam film “Air Mata di Ladang Tebu”.
Menurut DUM, kerja kolektif dari berbagai komponen masyarakat itu jadi kunci penting kelancaran selama masa produksi. Lebih-lebih, sejalan dengan pesan-pesan kemanusiaan yang disampaikan dalam film. Dia berharap, karya bersama tersebut menjadi sesuatu yang bermanfaat.
Peluncuran film akan dilaksanakan Jum’at, 8 November 2019 pukul 13.00 WIB di Gedung Rektorat kampus IAIN Kediri. Proses peluncuran karya sinema kedua setelah “Kampung Urban di Timur Pondok Lirboyo” ini digawangi para akademisi, mahasiswa Program Studi Sosiologi Agama, dan terbuka untuk umum.
Dalam peluncuran juga akan dihadiri Rommy Fibri Hardiyanto SKG MSI, Komisioner Lembaga Sensor Film (LSF) Indonesia; Danu Sukendro, Jurnalis Indosiar; dan DR Ropingi MPd, Ketua Kalam Kampus Media IAIN Kediri. Para aktor dan masyarakat yang mendukung film ini akan turut hadir juga, sekaligus menyaksikan uploading ke kanal YouTube Kediripedia.
“Itu menandai bahwa karya dari jerih payah semua kawan, akan menjadi milik publik,” kata DUM. (M. Yusuf Ashari)