MENJADI seorang penulis buku tidak serumit yang dibayangkan. Asal berani memulai serta konsisten, mengarang buku justru amat menyenangkan. Begitulah yang dirasakan Mohammad Fikri Zulfikar. Jurnalis di Kediri, Jawa Timur ini sudah menghasilkan sedikitnya 5 buku beragam genre. Mulai dari antologi cerpen, kumpulan puisi, peristiwa sejarah, hingga kebudayaan dan seni.
Lelaki 30 tahun ini mulai mendalami tulis menulis ketika kuliah di Universitas Negeri Malang, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Bidang studi tersebut membuatnya makin gemar bergelut dengan dunia literasi. Dia rajin menulis cerpen dan puisi, bahkan sempat diterbitkan di beberapa media cetak.
“Lulus dari perguruan tinggi pada 2014, saya lalu memutuskan berkarir sebagai jurnalis,” ujar Fikri saat ditemui di rumahnya di Dusun Sumberagung, Desa Krecek, Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri pada Selasa 21 Juni 2022.
Selain sesuai dengan bidang yang ditekuni saat kuliah, menjadi jurnalis akan semakin komprehensif ketika mengeksplorasi sastra, sejarah, dan budaya. Di sela aktivitas bekerja di koran Jawa Pos Radar Kediri, Fikri mulai mengumpulkan cerpen buatannya yang sempat tercecer.
Karya-karya itu berhasil dibukukan dan menjadi buku pertamanya berjudul Fantasi yang terbit pada 2017. Setahun berselang, dia kembali menerbitkan kumpulan puisi Melankolism.
“Ketika bekerja sebagai jurnalis, saya lalu terpikir merancang buku dari liputan serial tentang sejarah Kediri,” kata alumni Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Kota Kediri.
Fikri terinspirasi oleh Tempo dan Kompas yang sering menerbitkan buku dari laporan jurnalistik. Menurutnya, tulisan tematik yang disusun menjadi buku akan lebih memudahkan pembaca, serta mempunyai nilai komersil.
Anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri ini menambahkan, semua jurnalis sebenarnya bisa membuat buku. Salah satu cara paling sederhana adalah tekun menyimpan data, baik itu digital maupun cetak. Tulisan-tulisan tersebut kemudian tinggal dikategorikan menjadi satu tema tertentu.
Berkat kesadaran Fikri mengumpulkan arsip tulisan, pada tahun 2018 dia menerbitkan buku ketiga berjudul Sawo Kecik. Buku ini berisi kisah perjalanan para prajurit Pangeran Diponegoro di Kediri. Selepas Perang Jawa pada 1830, pengikut Diponegoro mendirikan pondok pesantren seperti Ponpes Kapurejo, Ringinagung, dan sejumlah pesantren di kawasan Kediri Selatan.
“Saya memang lebih tertarik menulis sejarah. Saat masih bersekolah di MAN 2 saya banyak membaca kisah-kisah sejarah, terutama tentang peradaban Kediri,” kata ayah anak 1 ini.
Hal tersebut tampak pada buku keempatnya yang masih bernuansa masa lalu. Berjudul Di Bawah Langit Kota Api, buku ini mengulas peristiwa besar yang terjadi di Kediri pada periode 1925 hingga 1965. Mulai dari kisah penerbitan tertua Tan Khoen Swie, gerilya Panglima Jenderal Sudirman, hingga tragedi Partai Komunis Indonesia di Desa Kanigoro, Kabupaten Kediri.
Tepat pada peringatan Hari Buruh Internsional 2022, Fikri meluncurkan buku terbarunya, Sastrawan Lekra dan Perlawanan Kelas Pekerja. Sejak diluncurkan beberapa bulan lalu, buku inibanyak didiskusikan bersama pegiat literasi dan komunitas di Malang maupun Kediri.
Buku dengan tebal 250 halaman ini lahir dari riset literatur bersama Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Negeri Malang. Data-data gerakan Lembaga Kebudayaan Rakyat atau Lekra didapatkan melalui reportase, arsip-arsip lama di Perpustakaan Nasional, hingga media media cetak yang eksis di masa Orde Lama.
“Buku tentang Lekra ini sebenarnya adalah riset lanjutan dari Tesis S2 saya di UM,” ujar Fikri.
Dia tertarik meneliti lebih dalam Lekra karena karya mereka sarat akan nafas perjuangan kaum buruh dan petani. Banyak karya sastra berkualitas yang diyakini lahir berkat eksistensi kelompok kebudayaan yang berdiri pada 1950 ini.
Ke depan, Fikri bersama tim penelitian akan membuat buku bertema sastra Indonesia di era setelah kemerdekaan. Di sela kegiatan riset, dia kini juga mengelola penerbitan indie bernama Moeara Book. Bisnis yang dirintis sejak 2018 ini mewadahi para penulis fiksi dan non-fiksi jika berkeinginan menerbitkan tulisannya menjadi sebuah buku. (Ahmad Eko Hadi)
Discussion about this post