PADA Minggu, 2 Februari 2020, salju kembali turun di kota Beijing. Ibukota negara China itu tidak selumpuh kawasan Wuhan yang dikarantina otoritas setempat, karena menjadi pusat outbreak penyakit mematikan, Covid-19. Namun sejak menjelang tahun baru Imlek, virus corona telah mencekam seluruh penduduk negeri Tirai Bambu ini. Hingga membuat laju roda kehidupan di sebagian besar kota-kota di sana ikut terhenti.
Hari itu, M Irfan Ilmie, bergerak dari kediamannya di apartemen kawasan Dongzhimen Nei Bei Xiao Jie, menuju Bandar Udara Internasional Daxing. Dua hari sebelumnya, serangan virus corona juga memaksa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan status darurat global. Keadaan itu mengakibatkan sejumlah penerbangan dari dan ke China dibatalkan. Beruntung, maskapai yang ditumpangi Irfan beserta istri dan kedua putrinya masih beroperasi. Mereka pun bisa pulang ke Indonesia.
“Tak lama setelah Wuhan lockdown, kantor pusat ANTARA memerintahkan saya untuk meninggalkan China,” kata Irfan, pada Sabtu, 11 April 2020. Imbauan kembali ke tanah air, disampaikan pula oleh Duta Besar Republik Indonesia di Beijing, Djauhari Oratmangun, guna menghindari paparan virus corona.

Sejak 2017, Irfan mengemban tanggung jawab sebagai Kepala Biro ANTARA di Beijing. Sebuah kota yang berjarak sebelas jam perjalanan darat dari Wuhan. Ia adalah satu-satunya pewarta Indonesia, yang mendapatkan akreditasi tetap menjalankan tugas jurnalistik di China. Dia juga salah satu wartawan yang mendapat kesempatan pertama, menyaksikan ruang pamer bukti-bukti tragedi kemanusiaan di Kota Urumqi, Daerah Otonomi Xinjiang.
Namun ruang lingkup liputan pria asli Pasuruan, Jawa Timur (Jatim) ini, tidak hanya di China daratan saja. Tiap pekan, ia keliling menggali berita ke wilayah Mongolia, Hong Kong, Makau, dan Taiwan.
Baca juga:
Kesaksian Wartawan ANTARA di Tengah Pandemi Corona di Wuhan
Suami dari Diana Maria ini, mengawali tiga tahun pertama karir jurnalistiknya di Kediri, Jatim. Tapi perkenalan dengan dunia media, ia dapat dari kegiatan organisasi intra dan ekstra kampus, saat kuliah jurusan Hubungan Internasional, FISIP Universitas Darul ‘Ulum, Jombang, Jatim.
“Saat di Kediri, saya sempat bekerja di tiga media cetak berbeda. Sungguh, pengalaman yang tak terlupakan. Karena waktu itu saya masih tinggal di kos mungil di daerah Kaliombo,” kenang pria kelahiran 1 Mei 1973 itu.

Memasuki tahun 2002, Irfan diterima sebagai kontributor di Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA Biro Surabaya. Belakangan, kantor berita milik BUMN di Kota Pahlawan ini, berganti nama menjadi LKBN ANTARA Biro Jatim.
Selepas meraih gelar S2 Program Magister Studi Media, di Universitas Airlangga Surabaya, Irfan ditunjuk sebagai Asisten Manajer Pemberitaan ANTARA Biro Bali. Belum genap tiga tahun bekerja di Pulau Dewata, dia memperoleh kesempatan belajar di National Taiwan Normal University, di Taipei. Sepulang studi dari negeri Naga Kecil Asia ini, ia dapat tugas sebagai perwarta di Istana Wakil Presiden RI hingga akhir 2016.
Irfan mengakui, pengalaman nyantri di Pondok Pesantren Al Falah, Desa Ploso, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Jatim, masih melekat dalam kehidupannya sehari-hari. Hal itu turut mendasari, kegemarannya mengangkat berita tentang sejarah dan perkembangan budaya Islam.

Ketika bertugas di China, ia pernah meliput suku muslim Uighur dan Kazakh di Xinjiang. Begitu pula dengan kantong-kantong Islam di daerah Hui. Mulai dari Xi’an di Propinsi Shaanxi, dan Lanzhou di Propinsi Gansu. Hingga meniti jejak Sa’ad bin Abi Waqash, penyebar Islam pertama di Guangzhou, Propinsi Guangdong. Tak luput juga dari perhatiannya, denyut Kota Qufu, di Propinsi Shandong, tempat kelahiran Khonghucu.
Saat ini, ayah dari Fikarina ZI Tasya dan Sakna Ramadhani Fr itu mukim di Tulungagung, Jatim. Selama bekerja dari rumah, dia telah merampungkan sebuah buku berjudul “Bertahan di Wuhan: Kesaksian Wartawan Indonesia di Tengah Pandemi Corona”. Lektur yang dirilis penerbit Gramedia itu, mengangkat riwayat awal kemunculan pagebluk Covid-19, hingga detik-detik karantina wilayah China.
“Buku ini sebagian berisi kumpulan reportase di sana, sebelum kantor pusat menarik saya untuk kembali ke Indonesia,” katanya. (Naim Ali)