Seorang perempuan tampak menangis tersedu-sedu di jalanan bersama seorang Wanita tua. Mereka menyeberangi jembatan dengan wajah yang murung. Si perempuan yang berjalan dalam kondisi hamil itu bernama Candra Kirana. Ia harus terusir dari rumahnya sendiri karena sebuah fitnah.
Cuplikan adegan di atas adalah salah satu adegan yang terdapat dalam film berjudul Cindelaras. Sebuah film yang dikerjakan oleh para seniman teater dan pelajar yang ada di Kota Kediri. Film berdurasi 70 menit tersebut mengadaptasi salah satu kisah dari Panji sebagai rujukan utamanya.
Peluncuran film Cindelaras bersamaan dengan acara Temu Teater Kediri Raya Sabtu, 17 Desember 2022. Dalam acara yang diselenggarakan di Warung Setogo Goerih, Pakelan, Kota Kediri tersebut hadir beberapa komunitas teater. Mereka antara lain, Teater Merah Putih, Adab, Kanda, Veteran Satoe, Segara, Cowboy dan Gusti. Tampak juga pegiat seni teater, Dewan Kebudayaan Daerah (DKD) Kota Kediri, budayawan, seniman dan mahasiswa.
Nono Moejiono, pemrakarsa film Cindelaras menyatakan kekhawatirannya terhadap seni peran, utamanya teater. Maka dari itu ia bersama Teater Merah putih yang ia kelola berusaha membuat film yang menggabungkan seni teater dan kearifan lokal. Ia dibantu oleh Sanggar Jampi Sae dan Teater Veteran Satoe SMAN 1 Kediri dalam proses penggarapannya.
Secara garis besar film ini menceritakan sosok hartawan bernama Inu Kertapati yang mempunyai dua istri. Galuh Ajeng, istri keduanya merasa iri kepada Candra Kirana, istri pertamanya yang sedang hamil karena lebih disayang. Akhirnya ia memfitnah Kirana bahwa ia diracun dan berusaha dibunuh. Kertapati yang mendengar hal itu langsung marah dan mengusir Kirana dalam keadaan hamil.
Latar berganti 12 tahun kemudian. Inu Kertapati membuat lomba melukis untuk anak-anak, tak disangka terdapat satu lukisan yang menggambarkan sosok istri lamanya, Candra Kirana. Pelukis tersebut adalah Cindelaras. Setelah ditelusuri, tenyata ia adalah putra dari Candra Kirana. Karena merasa bersalah Kertapati mencari Candra Kirana dan putranya hingga ke hutan, namun setelah bertemu Kirana menolak karena merasa sudah dikhianati.
Lulusan Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung ini mengaku memilih mengangkat cerita Cindelaras agar bisa dinikmati segala kalangan dan berisi banyak pelajaran hidup. Agar dapat di terima oleh masyarakat, terdapat sedikit perubahan alur cerita dan penggunaan latar waktu saat ini.
“Nama-nama karakter dipertahankan agar generasi sekarang mengenal tokoh-tokoh panji,” Ujar Nono MJ, sapaan akrabnya saat ditemui usai pemutaran film.
Selama kurang lebih 3 bulan Nono dan tim membuat film tersebut, mulai dari pembuatan naskah, pengambilan gambar dan editing. Film bertemakan anak-anak ini sudah melewati 2 kali screening sebelum di tampilkan di khalayak umum.
Laki-laki berumur 66 tahun ini mengaku masih banyak hal yang kurang dalam film ini, terutama dalam hal pengambilan gambar dan akting pemain. Semua proses film ini dikerjakan oleh para pelajar dan pegiat teater yang masih awam terkait film. Namun dengan segala kekurangan yang ada, ia berharap film ini mampu memberikan edukasi kepada anak-anak dan penonton.
Setiaji, salah satu anggota majelis pertimbangan Dewan Kebudayaan Daerah (DKD) Kota Kediri sangat mengapresiasi adanya temu teater dan peluncuran film Cindelaras. Menurutnya agenda semacam ini dapat mengurai masalah dalam perkembangan dunia peran Kediri hingga ajang silaturahmi antar pegiat seni budaya.
Pemilik Sanggar Jampi Sae ini turut bangga bahwa film Cindelaras ini sukses untuk diluncurkan. Laki-laki asal Sukorame itu berharap agar film karya para pelajar dan pegiat teater Kediri ini dapat menjadi bahan rujukan dalam peningkatan pendidikan karakter.
“Film ini mengajarkan kesabaran, keberanian dan bahayanya iri dengki,” ungkapnya.
Dengan terselenggaranya acara temu teater ini, Dewan Kebudayaan berharap akan terus muncul karya-karya yang lain. Ia bersama tim budaya akan terus mendukung setiap kegiatan dan hasil karya yang ada. Temu teater ditutup dengan penampilan-penampilan monolog dari para perwakilan teater yang datang. (Ahmad Eko Hadi)
Discussion about this post