Bali yang mahsyur sebagai destinasi favorit pariwisata, kini mengalami krisis cadangan air bersih. Informasi tersebut didapat dari data penelitian IDEP Foundation, salah satu lembaga di Pulau Dewata yang concern menangani masalah lingkungan. Jika tidak segera ditangani, diperkirakan dalam kurun 25 tahun ke depan Bali akan mengalami krisis ekologi.
Data dari IDEP Foundation menunjukkan kini 60% wilayah di Bali mengalami kekeringan. Penggunaan air tanah secara berlebihan tentu sangat mengkhawatirkan. Pada kawasan wisata yang terletak di wilayah pesisir, air tanah setiap hari dikonsumsi dalam jumlah besar. Alhasil, air tanah semakin berkurang; kemudian memicu air laut masuk menggantikan air tanah hingga radius 2 km dari bibir pantai.
“Sejak tahun 2012 Bali mengalami penurunan kualitas air bersih,” kata Komang Arya Ganaris, salah seorang pengelola IDEP Foundation dalam acara Study Banding dan Media Gathering PT Gudang Garam Tbk. di Harper Hotel Kuta, Sabtu, 17 Februari 2018.
Komang menambahkan, salah satu daerah yang kini rawan yaitu Denpasar. Ibukota provinsi itu menjadi wilayah titik keramaian massa paling masif. Menjadi pusat perekonomian dan pariwisata, kebutuhan mendasar akan vitalnya fungsi air tak terelakkan.
Agar krisis ekologi tidak terjadi, IDEP Foundation berupaya melakukan mitigasi bencana. Pada tahun 2013, dicanangkan program Bali Water Protection (BWP). Formulasi sederhana yang masuk akal dilakukan, adalah dengan membuat sumur-sumur resapan. Ide dasarnya, memaksimalkan guyuran air hujan agar terserap maksimal ke dalam tanah. Pembuatan sumur resapan ini sangat penting, karena tren konstruksi bangunan di daerah pariwisata di Bali, kebanyakan tak memberi celah pada air hujan langsung terserap ke tanah.
“Kita menamai sumur resapan ini dengan sebutan mesin pemanen air hujan,” kata Komang.
Sistem pada sumur resapan, mengarahkan air hujan agar tidak begitu saja terbuang ke laut. Untuk hasil yang maksimal, setidaknya tiap rumah di Bali harus ada satu sumur resapan. Selain dapat menambah cadangan air tanah, potensi banjir dapat diminimalisir.
Hingga tahun 2018, IDEP Foundation telah membangun ratusan sumur resapan yang tersebar di seluruh wilayah rawan Pulau Bali. Peletakannya, disesuaikan dengan kondisi geografis masing-masing daerah. Sumur terbagi dalam tiga jenis; dangkal, sedang, dan dalam. Ada yang digali, selebihnya menggunakan pipa.
“Di tahun 2015 kita menggandeng Politeknik Negeri Bali, kemudian mengkampanyekan hasil penelitian ini ke 300 sekolah di seluruh pulau Bali,” tambah Komang. Selain itu, ia mengajak masyarakat Bali menengok kembali ajaran Agama Hindu, sebagai pijakan untuk bijaksana memandang pentingnya air.
Sementara itu, Kabag Humas PT. Gudang Garam Tbk., Iwhan Tri Cahyono mengatakan, konsep maupun teknis yang telah dilakukan oleh IDEP Foundation, bisa diterapkan di daerah rawan kekeringan di Kediri dan sekitarnya.
“Ini merupakan konsep yang menarik, semoga bisa diarahkan ke hal-hal positif ke depannya,” kata Iwhan. (Kholisul Fatikhin)