BERADA di antara lembah Gunung Wilis dan Pegunungan Pantai Selatan, Kabupaten Trenggalek menjadi kawasan strategis di masa Kerajaan Kadiri. Dalam kajian geo-politik masa Jawa Kuno, daerah tersebut dulunya wajib dijaga oleh para bataliyon tempur. Narasi sejarah yang menceritakan bahwa Trenggalek adalah basis militer Kerajaan Kadiri diambil dari Prasasti Kamulan tahun 1116 Śaka tahun 1194 Masehi.
Prasasti yang ditemukan di Desa Kamulan, Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek ini berjenis sīma atau perdikan. Piagam resmi dari Kerajaan Kadiri itu berisi anugerah untuk para prajurit yang berjasa. Raja Krtajaya yang berkuasa sekitar tahun 1194-1222 memberikan penghormatan setinggi-tingginya kepada sāmya haji kataṇḍan sakapat. Mereka adalah pejabat yang bertugas menjaga wilayah di empat penjuru bersama para prajuritnya.
Jasa masyarakat Trenggalek di masa Kerajaan Kadiri, ditunjukkan saat musuh menyerang dalam jumlah besar dari arah timur. Peperangan itu menyebabkan baginda raja dilarikan dari keratonnya di Katang-katang menuju Trenggalek. Menurut kajian toponimi, istana Katang-katang kemungkinan besar berada di Desa Katang, Kabupaten Kediri. Berkat jasa sāmya haji, Raja Krtajaya dapat kembali menjalankan pemerintahannya.
Prasasti Kamulan dapat menjadi bukti jika Trenggalek adalah basis militer yang diandalkan dalam sistem pertahanan Kerajaan Kadiri. Prasasti itu juga dijadikan acuan penentuan Hari Jadi Kabupaten Trenggalek, yaitu tanggal 31 Agustus 1194 Masehi.
Piagam batu itu sebelumnya disimpan di Museum Daerah Tulungagung. Akan tetapi, pada Pada 16 Desember 2021, prasasti dipindahkan ke Pendapa Kabupaten Trenggalek. Serah terima itu dilakukan setelah adanya pertemuan formal antara para pejabat tinggi dari kedua daerah.
Ditemukan pada era Kolonial Belanda, keberadan Prasasti Kamulan justru sempat tak terdeteksi. Baru pada pertengahan tahun 2015, piagam itu dapat ditemukan kembali secara tidak sengaja.
Kisah penemuan kembali prasasti itu bermula saat Hery Priswanto dari Balai Arkeologi D.I. Yogyakarta selaku ketua tim arkeologi, mengabarkan akan melakukan ekskavasi pada Situs Kamulan. Dalam penelitian tersebut, anggota tim diisi kalangan akademisi, di antaranya dosen dan mahasiswa.
Saya yang saat itu masih berstatus sarjana muda Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Malang, diminta oleh Hery Priswanto untuk melacak keberadaan Prasasti Kamulan. Sebelumnya, dia sudah berkoordinasi dengan Museum Mpu Tantular, Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan Prasasti Kamulan dari Trenggalek. Namun, artefak dari Trenggalek yang ada di sana yaitu arca Bima dari Kerajaan Majapahit. Hery juga melacak di beberapa museum-museum lain, namun juga belum menemukannya.
Setelah mendapat tugas tersebut, informasi digali dengan melacak ke berbagai lokasi. Ismail Lutfi, epigraf dan dosen sejarah UM, menyampaikan bahwa prasasti itu ada di Museum Daerah Tulungagung. Namun, tidak ada informasi lebih lanjut, sementara di museum tersebut jumlah koleksi prasasti lebih dari satu.
Penelusuran juga dilakukan melalui arsip Belanda Oud Javaansche Oorkonden (OJO). Data itu berisi kumpulan hasil pembacaan prasasti yang dilakukan oleh arkeolog Belanda bernama J.L.A. Brandes. Dalam arsip tersebut, Prasasti Kamulan ditulis dengan kode katalog LXXIII, steen van desa Kĕmoelan (afd. Trenggalek, res. Kediri). Prasasti Kamulan dilaporkan bagian depan (voorzijde) memiliki 31 baris tulisan, dan bagian belakang (achterzijde) memiliki 33 baris tulisan.
Berdasarkan jumlah barisnya, dapat diketahui bahwa Prasasti Kamulan memiliki ukuran yang besar. Didampingi Bambang Eko Hariadi, survey lapangan pertama dilakukan ke Pendapa Kabupaten Trenggalek. Di lokasi itu tersimpan sejumlah artefak tinggalan budaya. Salah satunya, sebuah prasasti kecil yang mayoritas aksaranya sudah mengalami keausan. Melihat ukuran tersebut, saya tidak yakin itu adalah Prasasti Kamulan.
Pada 13 Desember 2015, setelah pulang dari Yogyakarta mendampingi Blasius Suprapto, Dosen Sejarah UM, saya kembali mengunjungi Desa Kamulan untuk bergabung bersama tim penelitian. Sore harinya dilaksanakan survei ke beberapa situs arkeologi dan geologi di Kabupaten Trenggalek . Saat itu saya bersama Hery Priswanto (ketua tim arkeologi), Susetyo Hadi Yuwono (Geo-Arkeologi), serta Agus (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Trenggalek).
Tujuan survei berada di lokasi penemuan Prasasti Jombok dan situs geologi bukit Jompong. Keesokan harinya, Susetyo Hadi Yuwono yang sudah selesai melaksanakan tugasnya berangkat ke Jakarta melalui Stasiun Tulungagung. Sedangkan tim lain berkunjung ke Museum Daerah Tulungagung.
Pada kunjungan tersebut, awalnya saya tidak yakin jika Prasasti Kamulan berada di Museum Daerah Tulungagung. Sebab, di tempat itu banyak prasasti yang sudah mengalami keausan dan susah sekali untuk dibaca aksaranya.
Namun, mata tiba-tiba tertuju pada salah satu prasasti yang tepat berada di depan pintu masuk museum. Berdasarkan lañcana atau ukiran cap di atas prasasti, sangat terlihat bahwa itu adalah milik Raja Krtajaya. Selain itu, prasasti memiliki ukuran yang besar, cukup meyakinkan bahwa itu adalah Prasasti Kamulan.
Berbekal laporan hasil penerjemahan alih-bahasa yang sudah dilakukan, saya mulai menghitung dan membaca baris-perbaris. Akhirnya, terdapat aksara pada bagian depan prasasti yang masih terbaca dengan jelas. Setelah melakukan pengamatan secara detail dan teliti, batu prasasti tersebut isinya sangat relevan.
Sehingga bisa dipastikan, artefak itulah Prasasti Kamulan yang selama ini dicari-cari oleh banyak kalangan. Terutama oleh para peneliti arkeologi dan sejarah ,serta pemerintah dan masyarakat Kabupaten Trenggalek.
Usai diketahui keberadaannya, wacana pemindahan prasasti ke Kabupaten Trenggalek sudah terjadi sejak saat itu juga di Bulan Desember 2015. Namun, kondisi Prasasti Kamulan sudah cukup memprihatinkan. Pemindahan harus menggunakan prosedur arkeologi yang benar, agar tidak patah atau rusak. Beruntung, proses pemindahan pada 16 Desember 2021, melibatkan tim dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur, sehingga relokasi ke Pendapa Kabupaten Trenggalek, berhasil dilakukan.
Prasasti yang dijadikan acuan hari lahir daerah, merupakan jati diri kawasan. Sama halnya seperti Prasasti Kamulan yang kini sudah berada di Kabupaten Trenggalek. Lebih jauh, Prasasti Kamulan memiliki nilai penting bukan hanya bagi masyarakat Trenggalek, tapi juga bagi ilmu pengetahuan dan patriotisme. (A’ang Pambudi Nugroho, Sejarawan Kediri dan anggota Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia)
Daftar Pustaka
Brandes, J.L.A. 1913. “Oud Javaansche Oorkonden (OJO)”, Verhadelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (VBG), Dell. LXXIII, Batavia Albrecht & Co, ‘s Hage M. Nijhoff.
Hardiati, E.S., Djafar H., Soeroso, Ferdinandus, P.E.J., & Nastiti, T.S. 2010. Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno. (E.S. Hardiati, Ed.). Jakarta: Balai Pustaka.
Nugroho, A.P. 2015. Hasil Terjemahan Prasasti Kamulan Tahun 1116 Saka atau 1194 Masehi”, Kumpulan Karya Tulis Ilmiah Komunitas Jawa Kuno Sutasoma. Mojokerto: Kojakun Sutasoma.
Priswanto, H., Istari, R., Susetyo, H.Y., Nugroho, A.P. 2015. “Bentuk dan Karakter Situs Kamulan Desa Kamulan, Kecamatan Durenan Kabupaten Trenggalek Jawa Timur”, Laporan Penelitian Arkeologi. Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta. Sukendar, H., Simanjutak, T., Eriawati, Y., Suhadi, M., Prasetyo, B., Harkantiningsih, N., & Handini, R. 1999. Metode Penelitian Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
Discussion about this post