DUA ruang kelas Sekolah Tamansiswa Kediri diubah layaknya galeri pameran seni rupa. Belasan lukisan ditata berjejer, lengkap dengan sorot lampu temaram dan sejumlah seni instalasi 3 dimensi. Mengusung tema Neng Ning Nung Nang, pameran tersebut mengangkat filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara, tokoh pendiri Perguruan Tamansiswa sekaligus Bapak Pendidikan Indonesia.
Gelar karya yang berlangsung pada 24 Juni hingga 3 Juli 2022 itu dihelat dalam rangka memperingati 1 abad Tamansiswa. Didirikan di Yogyakarta pada 3 Juli 1922, Tamansiswa adalah organisasi pendidikan alternatif yang mengusung prinsip nasionalisme dan kemerdekaan. Dari pusatnya di Yogyakarta, sekolah ini lalu berkembang ke hampir seluruh daerah di Indonesia, termasuk Kediri, Jawa Timur.
Seluruh lukisan yang dipamerkan di Sekolah Tamansiswa Kediri merupakan karya dari Dyan Anggraini. Dia adalah seniman kelahiran Kediri yang kini berdomisili di Yogyakarta. Sejumlah karyanya lahir dari nilai-nilai yang diajarkan Ki Hadjar Dewantara. Pada salah satu sketsa berjudul Among, Dyan menggambarkan sosok bernama asli Suwardi Suryaningrat itu tengah bermain bersama 7 anak kecil.
“Dengan pameran ini, semoga masyarakat dapat meresapi kembali semangat pendidikan Ki Hadjar Dewantara,” ujar seniman yang juga alumnus Tamansiswa Kediri ini pada Selasa, 28 Juni 2022.
Neng Ning Nung Nang yang menjadi ajaran Ki Hadjar Dewantara memuat sendi dasar pedagogi setiap manusia. Neng berasal dari kata meneng atau diam, adalah kontemplasi agar tidak mudah mengeluh. Ning asalnya dari bening atau jernih, yang berarti membersihkan diri dari pikiran kotor. Nung artinya hanung yang artinya teguh dan kemantapan diri. Sedangkan Nang berarti menang, tahap akhir di mana telah mencapai hasil.

Dyan tak bisa menolak ketika diminta Paguyuban Keluarga Besar Taman Siswa (PKBTS) Kediri menampilkan karya-karyanya. Seniman yang pernah meraih Anugerah Budaya 2019 dari Gubernur Jogjakarta ini memiliki banyak kenangan di Kediri. Dari pendidikan dasar hingga menengah, dia bersekolah di Perguruan Tamansiswa yang terletak di Jalan Pemuda Kota Kediri.
“Karya-karya yang ditampilkan merupakan karya saya 10 tahun terkahir dari berbagai eksebisi yang berbeda,” kata perempuan 65 tahun itu.
Dalam gelaran pameran di Sekolah Tamansiswa Kediri, lukisan yang dipajang tak hanya bertajuk sosok Bapak Pendidikan Indonesia saja. Ada beberapa lukisan bertema perempuan yakni Di Tanganmu dan Perempuan Ibu. Selain itu juga ada lukisan-lukisan yang mengambarkan sosok-sosok maestro seni rupa diantaranya Affandi dan Sukrasana dan Rais Rayan, pelukis yang juga merupakan ayah kandung Dyan.
Di ruang pameran tersebut juga dipasang karya lukisan sketsa hitam putih dari goresan pensil dan pena. Antara lain Identitas Entang Wiharso, Sudjojono Didepan Kelambu Terbuka, Raden Saleh & Karya Carl Johann Baehr, Warna Lokal Nasirun, Yang Dibenci Joko Pekik, Heridono & Going to the Angel’s Freedom, dan Gerak Liong Putu Sutawijaya.

Sudah malang melintang di kancah nasional dan internasional lewat karya seni lukis, Dyan juga menekuni seni instalasi tiga dimensi. Dia memamerkan dua karya berbentuk peniti-peniti besar yang dipasang di langit-langit ruangan. Karya tersebut berjudul Bunda, serta patung resin berupa sepasang kaki di atas bidang persegi panjang yang dinamai Perjalanan.
“Semua karya itu bentuk ekspresi dan juga penggambaran diri saya sebagai ibu rumah tangga, yang juga seorang seniman,” ucapnya.
Pada pameran yang memperingati satu abad Tamansiswa ini, harapannya dapat memberikan energi positif bagi siapapun, khususya keluarga besar Tamansiswa. Menurut Dyan, seni adalah media terbaik menanamkan nilai-nilai kebangsaan kepada pelajar dan generasi muda.
Selain gelar karya seni, peringatan 100 tahun Tamansiswa juga diramaikan dengan berbagai agenda. Misalnya, Donor Darah, Lomba Tahfidz, Jalan santai, Lomba Peragaan P3K, tabur bunga, dan puncaknya yaitu Reuni Akbar Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 2022, hari di mana tepat 100 tahun Tamansiswa berdiri.
“Lewat acara ini harapannya jalinan kekeluargaan sesama alumni Tamansiswa di Kediri semakin kuat,” ujar Christinawati, salah seorang anggota Paguyuban Keluarga Besar Tamansiswa. Dia mengatakan PKBTS baru dibentuk akhir 2021. Salah satu tujuan berdirinya paguyuban ini yaitu merawat ajaran-ajaran Ki Hadjar Dewantara agar tetap lestari. Misalnya terkait cara hidup, belajar, cara bergaul, dan memimpin, yang biasa disebut ajaran “ketamansiswaan” yang dirumuskan menjadi Panca Dharma. (Ahmad Eko Hadi)
Discussion about this post