NILAI toleransi tak cukup sekadar disampaikan melalui buku pelajaran. Narasi adanya perbedaan perlu dikonversi menjadi contoh-contoh agar mudah diresapi. Misalnya, upaya menyemai toleransi di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Besowo 2, Kabupaten Kediri. Para guru, wali murid, dan masyarakat sekitar bergotong-royong mendirikan tiga tempat ibadah di halaman sekolah.
Mushola Al-Amin, Gereja Rumah Doa Yohanes, dan Pura Guna Widya Dharma dibangun sejajar dengan ruang kelas. Berdirinya tiga tempat ibadah ini tidak seperti lazimnya sekolah dasar di Indonesia. Umumnya, hanya tersedia satu tempat ibadah bagi agama mayoritas.
“Tempat-tempat ibadah ini digunakan untuk mengajarkan sikap toleransi. Para siswa harus memahami bahwa mereka hidup di antara perbedaan,” kata Yunus Priambodo, Kepala Sekolah SDN Besowo 2, Kamis, 22 Februari 2024.
Selain itu, adanya tempat ibadah tiga agama juga mempermudah proses belajar murid, utamanya praktik pelajaran agama. Mushola, gereja, dan pura itu baru dibangun pada 2023. Sebelumnya, murid non muslim harus belajar agama di ruang kepala sekolah.
Secara aturan, sekolah sebenarnya sudah memenuhi Kurikulum 2013 (K-13) yang mensyaratkan adanya guru di setiap agama. Namun, tidak adanya tempat ibadah bagi non muslim, bagi Yunus itu adalah diskriminasi.
Meski baru setahun mengemban amanah sebagai kepala sekolah, Yunus berinisiatif mendirikan tempat ibadah sesuai agama yang diimani murid-muridnya. Dia mengajak wali murid, masyarakat sekitar, dan tokoh agama, berdiskusi tentang rencana tersebut.
“Pembangunan dilakukan secara swadaya wali murid dan warga, pihak sekolah tidak mengeluarkan biaya,” kata Yunus.
Hasil iuran swadaya itu segera digunakan untuk proyek pembangunan yang dimulai pada 13 Juli 2023. Gotong royong masyarakat dari golongan Islam, Kristen, dan Hindu ini bukan hanya berbentuk uang. Mereka juga menyumbangkan pikiran dan tenaga untuk merawat toleransi di desa yang terletak di lereng Gunung Kelud itu.

Teguh, salah seorang wali murid, mengatakan potret kerukunan ini bisa menjadi teladan bagi para murid. Setahun lalu, dia turut menyumbangkan tenaga ketika mendirikan tiga tempat ibadah itu. Sebagai pemeluk agama Hindu, Teguh tak hanya membangun pura saja. Gereja dan mushola juga dia kerjakan.
“Bukan hanya saya, semua masyarakat ikut serta membangun agar tempat ibadah segera bisa digunakan,” kata Teguh.
Menurut Teguh, toleransi dan kerukunan beragama masyarakat Besowo sudah berjalan puluhan tahun. Meski hidup berbeda keyakinan, warga bisa hidup berdampingan dengan suasana damai. Kondisi ini tak lepas dari peran pendahulu atau para sesepuh desa. Sehingga, Teguh dan warga lainnya wajib mempertahankannya.
Sikap toleransi di Desa Besowo tergambar saat perayaan hari besar agama. Misalnya, di saat lebaran maupun natal, masyarakat saling beranjangsana. Pada perayaan Galungan, umat Islam dan Kristen ikut memikul ogoh-ogoh. Berdirinya tiga tempat ibadah di SDN Besowo 2 menjadi penguat jika toleransi di kawasan tersebut akan berumur panjang. (Dimas Eka Wijaya)
Discussion about this post