PAPAN nama bertuliskan asrama Daar el-Hanif kini sudah dicopot. Di halaman Pondok Pesantren Tahfidz Qur’an (PPTQ) Al Hanifiyyah, hanya terparkir satu sepeda motor. Tak tampak satupun aktivitas santri di mushola, gedung, maupun aula pondok. Kesunyian ini terjadi sejak kematian Bintang Bilqis Maulana. Santri berusia 14 tahun asal Glenmore, Banyuwangi itu dinyatakan meninggal pada Jumat subuh, 23 Februari 2024.
Jalan di depan pondok juga sepi. Hanya terlihat dua pria bersarung yang berbelanja di toko kelontong. Padahal, saat jam istirahat siang para santri kerap menyerbu warung-warung makan di Dusun Kemayan, Desa Kranding, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri.
“Dagangan saya biasanya habis jam 3 sore, sekarang sampai maghrib pun sisa banyak,” kata salah seorang pemilik warung, sebut saja Mimin, yang ditemui Kediripedia.com, Selasa, 5 Maret 2024.
Sejak kematian santri kelas 8 MTS Sunan Kalijogo itu, dia terpaksa mengurangi jumlah dagangannya. Bahkan, tidak lagi menyediakan nasi pecel, makanan kesukaan para santri.
Menurut Mimin, selepas kejadian naas yang dialami Bintang, santri-santri juga tidak diperbolehkan keluar. Sebagian ada yang pulang. Berulang kali Kediripedia berusaha menemui pengurus dan pengasuh, namun semua pintu tertutup.
“Saya hafal semua santri yang makan disini dan tidak menyangka dia (Bintang) meninggal karena dianiaya,” kata Mimin.
Menurutnya, Bintang adalah anak paling pendiam di antara teman-temannya. Saat membeli makanan, dia rela mendapatkan antrean terakhir. Bintang juga tak pernah sekalipun mengeluh ataupun bercerita masalah pribadinya.
Bagi Mimin dan warga di dekat pesantren, para santri itu sudah dianggap sebagai keluarga terdekat. Dia sering menerima keluh kesah santri ketika ada masalah ataupun sakit. Jika ada santri yang kesulitan menghubungi orang tuanya, Mimin kerap meminjamkan gawai miliknya.
Ketika warga mendengar kabar kematian Bintang, mereka sangat merasa kehilangan. Warga mulai bertanya-tanya penyebab kematian Bintang. Salah satunya Mimin, yang langsung bertanya pada santri yang masih satu kelas dengan Bintang.
Dari kabar yang beredar luas, Bintang wafat setelah mengalami kekerasan fisik oleh empat temannya yaitu MN, MA, AF, dan AK. Mereka diduga menganiaya Bintang pada Minggu, 18 Februari dan Rabu-Kamis, 21-22 Februari 2024.
Usai mengalami kekerasan beruntun itu, sepanjang Kamis malam, 22 Februari Bintang sudah tak sadarkan diri. Empat pelaku itu mulai panik karena wajah Bintang memucat.
Pada Jumat 23 Februari, selepas solat Subuh, mereka membawa Bintang ke Rumah Sakit Arga Husada Ngadiluwih tanpa sepengetahuan pengasuh pondok. Menurut warga sekitar, Bintang dibopong melewati pintu belakang pesantren. Jalan berupa gang kecil itu terhubung ke gedung MTS Sunan Kalijogo. Sekolah ini tepat berada di tepi jalan raya yang menghubungkan kawasan Kediri-Tulungagung.
Bintang dibawa ke Rumah Sakit Arga Husada dengan sepeda motor. Dia didudukkan di tengah, diapit oleh dua orang. Jarak dari pesantren ke rumah sakit itu sekitar 9 kilometer.
Mereka tiba di rumah sakit pada 04:45 WIB. Bintang langsung diperiksa oleh dr. Riski Ayu Lahwida yang kala itu bertugas sebagai dokter jaga. Ketika datang, wajah korban sudah pucat. Pipi kiri dan kanan lebam, luka menganga di dada kiri, serta memar di sekujur tubuh. Setelah melakukan pemeriksaan, dokter menyatakan Bintang meninggal.
“Nadinya sudah tidak berdenyut, demikian juga nafasnya juga sudah tidak ada, dari rekam jantung hasilnya juga flat asitol artinya meninggal,” kata dokter Riski, ketika diwawancarai Kediripedia.com via telepon pada Selasa sore, 5 Maret 2024.
Pelaku yang mendapati Bintang sudah tak bernyawa berniat membawanya kembali ke pesantren. Namun, upaya tersebut tidak diperbolehkan pihak RS. Sesuai prosedur, orang yang dinyatakan meninggal di RS harus melalui rawat jenazah. Proses pemulangan juga harus menggunakan ambulance dan melibatkan pengurus pondok.
“Luka di jenazah kami bersihkan dan tutup, kemudian dikafani. Saat itu memang belum kita sucikan,” kata dokter Riski.
Jenazah dibawa kembali ke pondok setelah salat Jumat. Tubuh Bintang dimandikan dan dikafani, kemudian diantar pulang ke rumahnya di Glenmore, Banyuwangi.
Keluarga Bintang awalnya diberi informasi bahwa penyebab kematian akibat terpeleset di kamar mandi. Namun, ketika kain kafan dibuka, keluarga mendapati banyak luka di sekujur tubuh Bintang. Mereka bertanya pada Fatihunnada, pengasuh pondok yang kala itu ikut mengantar. Namun, pria yang akrab disapa Gus Fatih ini mengaku tidak tahu apa-apa.
Pihak keluarga geram, lalu memvideokan jenazah Bintang. Video itu viral dan kematian Bintang menjadi perbincangan publik.
Polres Kediri Kota sudah menetapkan 4 pelaku menjadi tersangka. Kapolres Kediri Kota AKBP Bramastyo Priaji mengatakan bahwa empat pelaku kini sudah mendekam di sel tahanan Polres Kediri Kota. Mereka terancam pasal 80 ayat 2 tentang Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman selama 15 tahun penjara.
“Motif para pelaku menganiaya korban hingga tewas karena salah paham,” kata AKBP Bramastyo Priaji, melalui rilis berita pada Senin, 26 Februari 2024.
Di saat bersamaan, dalam rilisnya polisi juga membeberkan bahwa PPTQ Al Hanifiyyah belum memiliki legalitas. Selama hampir 10 tahun berdiri, pesantren belum mengantongi izin dari Kementerian Agama.
Kini, tak ada lagi Bintang di depan warung milik Mimin tiap pagi. Tak ada juga santri-santri yang menyerobot remaja Glenmore, Banyuwangi itu saat mengantre sarapan nasi pecel. Semua kehilangan. Bintang telah pergi dan tak akan mungkin kembali. (Dimas Eka Wijaya, Kholisul Fatikhin)
Discussion about this post