SEPANJANG perjalanan, suara mesin berdengung disertai kepulan asap putih. Belasan orang di bangku penumpang duduk berhimpitan dengan tumpukan keranjang, pikulan, dan karung. Meski berjejalan, mereka tak merasa kepanasan. Hembusan angin masuk dari segala arah karena terdapat sejumlah lubang di atap, dinding, dan lantai kabin.
Jeep PC, begitu masyarakat Kediri dan Tulungagung menyebut kendaraan yang dibuat pasca-Perang Dunia 2 ini. Mobil produksi Willys-Overland, Ohio, Amerika Serikat itu menghubungkan kawasan di Eks-Karisidenan Kediri pada tahun 1960-an hingga menjelang 2000. Saban hari, ia hilir mudik mengantarkan orang dari pasar ke pasar, dari pedalaman sampai kawasan urban.
“Jika terisi penuh, PC bisa mengangkut 28 orang dewasa,” kata Hari, mantan supir mobil PC, Kamis, 21 Maret 2024.
Pria asal Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung ini menjelaskan, jika bangku penumpang penuh, mereka akan bergelantungan di pintu depan dan belakang. Jika tengah mangkal di pasar, para pedagang yang hendak pulang mengikat sembako, sayur, dan buah di badan dan atap kendaraan. Hewan ternak seperti ayam dan kambing juga ikut dinaikkan.
Kala itu, rute perjalanan awalnya berada di barat Sungai Brantas. Dimulai dari Pasar Wage Tulungagung hingga Pasar Muning Kota Kediri. Berkat PC, suplai barang dari petani ke penjual di pasar semakin mudah. Beroperasi pagi sampai sore hari, angkutan umum ini juga menjadi andalan anak-anak sekolah.
Pada dekade 1970-an trayek PC mulai menyasar timur Sungai Brantas. Rutenya dari Pasar Wage hingga ke Desa Kolak, Kabupaten Kediri. Pada tahun itu belum ada rute resmi kendaraan umum dari pemerintah. Supir-supir bisa sesuka hati mangkal berbagai pusat keramaian. Jalur operasinya berubah-ubah sesuai permintaan penumpang.
“Jumlah PC yang beroperasi saat itu kira-kira lebih dari 100 unit, itupun kadang kurang karena ramainya aktivitas masyarakat,” kata pria 49 tahun itu.
Saking populernya, PC masih melekat di benak masyarakat hingga sekarang. Sayangnya, tak banyak yang mengetahui asal penyebutan PC. Dari penelusuran Kediripedia.com, PC merupakan singkatan dari Personnel Carrier. Nama resmi pabrikannya yaitu Willys Jeep Truck Cargo-Personnel Carrier.
Mulai diproduksi pada 1947, mobil diperuntukkan sebagai kendaraan militer serta pelayanan berbagai aktivitas masyarakat sipil. Keterangan ini didapat dari brosur iklan Willys tahun 1955. Di bidang militer, mobil PC digunakan mengangkut tentara, senjata, dan patroli. Sedangkan di sektor sipil, kendaraan dipakai untuk transportasi pegawai tambang, angkutan barang bantuan kebencanaan, ambulan, hingga penyapu salju.
Komponen rangka mobil PC dibuat dari baja. Sehingga, kendaraan ini memiliki daya angkut seberat 3 ton. Mobil dengan panjang 3 meter dan lebar 1,9 meter ini dibekali mesin 4 silinder berkapasitas 2.300 cc. Lewat sistem penggerak Four-Wheel Drive (4WD) atau 4×4, mobil bisa bergerak di segala medan, baik itu jalur pasir, lumpur, berbatu, maupun salju.
“Tetap bisa melintas meskipun tidak ada jalan,” begitu tulisan di brosur iklan Willys.
Belum jelas bagaimana kendaraan ini bisa masuk ke Indonesia. Jika melihat tahun produksi pada 1947, diduga PC merupakan barang bantuan dari Amerika untuk Indonesia usai Agresi Militer Belanda 2.
Kala itu, Amerika gencar menentang Belanda, bahkan memuluskan langkah diplomatis Indonesia melalui Konfenrensi Meja Bundar (KMB). Dari data USAID, Negeri Paman Sam juga sempat mengirim Willys Jeep Truck dan Willys Jeep Station Wagon untuk pembasmian malaria pada 1950-an. Saat masuk ke Indonesia, mobil-mobil ini sudah beroperasi dengan sistem setir kanan. Berbeda dengan negara asalnya Amerika yang menganut setir kiri.
Dari Amerika, ratusan mobil PC akhirnya tiba di Eks-Karisidenan Kediri berkat lelang kendaraan di Jakarta pada 1953. Salah seorang pelaku lelang saat itu adalah ayah Hari yang bekerja sebagai pengusaha transportasi umum. Saat itu, Indonesia tengah di masa peralihan. Entah bagaimana caranya pria asal Tulungagung yang jauh dari dinamika politik bisa mengikuti lelang kendaraan.
“Ayah saya mendengar adanya lelang itu dari relasi orang Tionghoa di Jakarta,” kata Hari.
Saat PC sudah marak menjadi angkutan umum, halaman rumah Hari di Desa Rejoagung, Tulungagung itu dulunya juga menjadi bengkel yang melayani perbaikan PC. Setelah ayahnya wafat, bengkel dikelola Heru Sugiarto, kakak Hari. Pada 1980-an bengkel ini selalu dipenuhi mobil PC yang butuh perawatan. Servis biasanya seputar mesin dan kaki-kaki mobil.
Menjelang tahun 2000, mobil PC tak lagi banyak terparkir di halaman rumah itu. Peremajaan transportasi umum ke pabrikan Jepang, membuat PC ditinggalkan. Usia PC yang menyentuh setengah abad tidak diminati penumpang karena sering mogok.
“Mulai tahun 1990-an, jumlahnya berkurang hingga 10 unit saja, semua beralih ke mobil pabrikan Jepang,” kata Heru.
Di saat bersamaan, pengusaha angkutan umum yang menggunakan PC, satu persatu bangkrut. Mereka memilih menjual PC dengan harga murah. Body mobil dipotong untuk dijual kiloan. Sedangkan rangka mesin dimodifikasi menjadi mobil penggiling padi.
Senjakala PC di kawasan Eks-Karesidenan Kediri ditandai pada 1995. Hanya tersisa 2 unit saja, salah satunya milik Hari. Keluarga ini merupakan pengusaha transportasi umum terakhir yang bertahan menggunakan PC, namun akhirnya gulung tikar pada tahun 2000.
Saat ini, Jeep PC yang masih utuh tersimpan di rumah seorang dokter di Tulungagung dan penggemar otomotif asal Bali. Mobil PC sudah lenyap dari keramaian jalanan Kediri-Tulungagung. Dari angkutan andalan, PC perlahan meredup lalu tergantikan. Sedangkan kendaraan utuh yang masih tersisa kini berpindah ke garasi para kolektor. (Dimas Eka Wijaya)
Discussion about this post