KIRNO berjalan terhuyung-huyung, seperti anak kecil yang baru belajar melangkah. Kakek 61 tahun itu hendak menuju ruang televisi, tempatnya mengobrol dengan kawan-kawan sesama lansia. Di balik wajahnya yang tegar, dia tak menyangka masa tuanya bukan dihabiskan bersama keluarga, melainkan di Rumah Kemanusiaan GUSDURian, Kampung Kongan, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri.
Pria asal Trenggalek ini sudah berada di rumah singgah lansia itu selama 5 tahun. Akibat stroke serta diabetes, saat awal datang dia sama sekali tak bisa berjalan. Berkat interaksi positif dengan sesama lansia, dia kembali bersemangat melanjutkan hidup.
“Selama 5 tahun saya di sini, belum pernah dikunjungi keluarga,” kata Kirno, Minggu, 29 Oktober 2023.
Pria yang dulunya bekerja sebagai tukang bangunan ini merupakan satu dari 20 penghuni Rumah Kemanusiaan GUSDURian. Lembaga itu berdiri di bawah naungan Yayasan Akar Kasih. Para lansia yang datang ke tempat itu silih berganti. Ada yang masih 2 minggu, 1 bulan, dan paling lama Kirno yaitu 5 tahun. Kebanyakan berasal dari Malang, Surabaya, Jombang, bahkan Kalimantan dan Sumatera.
Rumah singgah lansia ini didirikan oleh Anugrah Yunianto atau yang akrab disapa Antok Mbeller. Dia adalah pengurus yayasan sekaligus Koordinator Gusdurian Mojokutho Pare, Kediri. Dulunya, bangunan di belakang pasar loak Pare itu adalah sarang walet yang mangkrak selama hampir 20 tahun. Pada 2014, Antok membeli gedung tersebut kemudian diubah menjadi rumah penampungan anak-anak dan lansia terlantar.
Secara bertahap, bangunan kumuh itu dibersihkan dan dibangun kamar serta fasilitas lainnya. Biaya pembangunan gedung didapat dari donasi dan swadaya pengurus Gusdurian. Hingga pada tahun 2022 rumah singgah ini memiliki badan hukum yang dinaungi Yayasan Akar Kasih.
“Dulu bangunan ini terkenal angker, tapi saya tidak memikirkan itu, yang penting bisa ditinggali,” kata Antok.
Bapak tiga anak ini sehari-hari bekerja sebagai penjual galon air minum isi ulang. Selain itu, dia kadang-kadang diminta melukis mural di dinding kafe dan lorong gang.
Di awal merintis yayasan, Antok sempat menerima banyak cibiran dari masyarakat sekitar. Mereka mengatakan bahwa apa untungnya merawat orang lain, sedangkan kondisinya sama-sama dilanda kesusahan. Dari pengalaman itu, tekad Antok bukannya memudar, tapi malah semakin bulat.
“Kemisikinan terburuk di dunia adalah ketika seseorang sudah tidak dipedulikan lagi oleh keluarganya,” ujar pria lulusan STM Canda Birawa ini.
Antok mengatakan, para lansia di yayasan tersebut diperlakukan seperti keluarga sendiri. Sehari-hari, Antok dibantu 5 orang anak jalanan untuk menyiapkan kebutuhan lansia. Termasuk, ketika ada lansia yang tiba-tiba meninggal dunia.
Ketika ada lansia wafat, dia dulunya sempat kebingungan. Sebab, para lansia tidak hanya beragama Islam saja, tapi ada Hindu dan Kristen. Namun, berkat relasi yang terjalin dengan pegiat agama di Kediri, pengurusan jenazah kini lebih mudah.
Menurut Antok, tantangan merawat para lansia salah satunya soal komunikasi. Tak jarang di antara mereka kerap bertengkar, karena sifat mereka kembali seperti anak kecil. Hal itu membuatnya harus stand by 24 jam. Ketika harus menghadiri rapat Gusdurian, aktivitas merawat diserahkan ke anak angkatnya.
Para lansia disini kebanyakan tidak bisa beraktivitas secara mandiri. Ada yang memakai tongkat, sudah berkurang pendengarannya, dan hanya bisa duduk di kursi roda. Sebagian besar lansia itu diantarkan oleh Dinas Sosial Kabupaten Kediri. Tapi ada juga yang diantar keluarga untuk dititipkan sementara.
“Untuk dana operasional kita dibantu Dinsos, sebagian dari para donatur,” kata Antok.
Dia menerangkan, para lansia itu sebagian besar jarang dijenguk keluarganya. Bagi Antok, perkara itu tidak perlu dipikirkan. Hal yang paling penting mereka merasa nyaman, betah, dan melupakan kesedihan. Di tempat ini, mereka dijamin mendapat kasih sayang selayaknya manusia. Berkat ketekunan Antok, Yayasan Akar Kasih mewakili Kediri dalam Kabupaten Sehat tingkat Nasional pada September 2023. Rumah singgah lansia ini dimasukkan ke kategori sosial inovatif dalam verifikasi penilaian utama tingkat nasional. (Moh. Yusro Safi’udin)
Discussion about this post