LIMA jenis ikan endemik perairan Danau Toba, Sumatera Utara kini terancam punah. Kondisi itu terjadi akibat melonjaknya populasi Ikan Red Devil. Spesies predator asal Sungai Amazon ini bahkan nyaris melenyapkan Ikan Batak, ikan asli Danau Toba yang biasa digunakan pada ritual, upacara adat, dan kuliner tradisional.
Teror Ikan Red Devil itu ternyata bukan hanya di Danau Toba. Populasinya kini mendominasi beberapa danau di Sumatera, Sulawesi, Papua, dan Jawa. Termasuk, di perairan air tawar kawasan Jawa Timur seperti Malang, Kediri, Blitar, dan Tulungagung.
Pada mulanya, ikan bernama latin Amphilophus Labiatus ini masuk ke Indonesia untuk dipelihara sebagai ikan hias. Sisiknya yang berwarna hijau keabu-abuan, merah muda, dan oranye, memang cocok jika ditaruh di akuarium. Namun, ketika dilepas ke alam liar, Red Devil menjadi ancaman bagi ekosistem air tawar.
Populasi “setan merah” yang tak terkendali itu mendorong pemancing asal Blitar melakukan gerakan penyelamatan ekosistem. Aksi ini digagas Endar Muklisin, pemuda asal Desa Tawangsari, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar. Pria yang akrab disapa Een ini gencar mengedukasi masyarakat tentang bahaya Ikan Red Devil melalui media sosial. Misalnya, di akun Youtube miliknya Een Outdoor dan grup Facebook Nahol Mania.
“Red Devil sekarang bukan hanya menyebar di waduk, tapi juga mulai menyerang sungai-sungai kecil,” kata Een ketika diwawancarai Kediripedia.com via telepon pada Kamis, 30 November 2023.
Pria 31 tahun ini menjelaskan, Red Devil tergolong ikan hama karena sifatnya yang agresif. Spesies ini gemar menyantap ikan kecil bahkan telur spesies ikan lain. Jika dibiarkan, populasi ikan asli atau endemik akan menurun bahkan bisa punah.
Hampir setiap hari, Een berburu ikan hama ke sejumlah lokasi. Di antaranya, Waduk Karangkates, Selorejo, dan Lahor di Malang; Waduk Wonorejo Tulungagung; Waduk Wlingi Blitar; serta Sumber Ngrayut dan DAM Complang Kediri. Een hanya khusus mencari Red Devil. Jika saat mancing mendapat ikan lokal, maka akan dilepas.
Menurut Een, masyarakat yang tinggal di dekat Waduk Karangkates, Malang, populer mengenal ikan Red Devil dengan nama Ikan Harmoko. Sebutan itu muncul karena benih ikan ini dulunya ditebar oleh Harmoko, Menteri Penerangan Republik Indonesia pada era Orde Baru.
“Jumlah ikan Red Devil semakin melonjak akibat tren ikan hias pada tahun 2000-an,” kata Een.
Keindahan sisik Red Devil sejajar dengan ikan louhan yang saat itu sangat diminati pecinta ikan hias. Secara genetik, kedua ikan ini memang masih kerabat. Tersebab mudah berkembang biak, jumlahnya meningkat. Di saat bersamaan, harganya jadi semakin murah. Para pengusaha ikan yang kewalahan, lalu membuangnya ke sumber air, sungai, dan waduk.
“Kondisi di Danau Toba itu sudah terjadi di Waduk Wonorejo Tulungagung, 80% ikan disana adalah Red Devil,” ujar lulusan MAN 1 Blitar itu.
Een menyadari, upayanya memancing setiap hari mustahil bisa sepenuhnya melenyapkan Ikan Red Devil. Namun, setidaknya jumlah ikan predator itu dapat berkurang.
Video keseruan memancing Een bisa disaksikan di channel Youtube Een Outdors. Lewat konten-konten itu, dia berharap penghobi mancing lain di Indonesia ikut tergerak membasmi Red Devil. Upaya mengajak pemancing berburu Red Devil juga dilakukan lewat perlombaan. Para subscriber diajak membuat video edukasi pembasmian ikan hama. Kompetisi berhadiah ini sudah berlangsung sebanyak dua kali.
Sedangkan edukasi bahaya ikan predator banyak digencarkan melalui grup Facebook Nahol Mania. Jumlah anggotanya kini 7,4 ribu dari berbagai daerah di indonesia. Grup ini sebagai ajang diskusi, sekaligus tempat bertukar wawasan seputar peralatan mancing, umpan, dan titik lokasi berburu Ikan Red Devil. (Moh. Yusro Safi’udin)
Discussion about this post