KEPUTUSAN warga terdampak proyek nasional Bandara Internasional Kediri menyerahkan kampung halaman, sawah, dan tegalan boleh dibilang berbuah manis. Selain menerima ganti rugi dengan nilai jauh di atas Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) melalui PT Surya Dhaha Investama, mereka bisa membangun kembali pemukiman baru dengan kondisi jauh lebih baik. Seluruh uang yang mereka terima berasal dari PT Gudang Garam, Tbk., selaku penyandang dana utama proyek pembangunan Bandara Internasional Kediri.
Tanjung Baru, sebuah sebutan untuk pemukiman yang tiba-tiba muncul seiring dengan proses pembebasan lahan. Warga yang tetap ingin menyatu dalam ikatan tempat tinggal terdahulu, hijrah ke pemukiman baru yang mereka sebut Tanjung Baru. Kampung kecil yang berada di Dusun Bedrek itu ditempati warga yang dulunya tinggal di Dusun Tanjung, Desa Grogol, Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Dusun Tanjung, termasuk salah satu kampung yang terdampak proyek pembangunan Bandara Kediri.
“Di kawasan ini terdapat sembilan Kepala Keluarga, semua warga di sini dulunya orang-orang yang tinggal di Tanjung Lama,” kata Lilik Sugiarti, salah seorang warga Tanjung Baru, Sabtu 16 Februari 2020.
Tidak semua warga yang tinggal di Tanjung Lama kini bermukim di Tanjung Baru. Sebagian dari mereka memilih untuk melanjutkan hidup di kawasan lain; menjauh dari tanah proyek pembangunan Bandara Kediri. Masyarakat Tanjung tersebar di berbagai wilayah; ada yang masih di area Kediri seperti Desa Cerme dan Desa Kalipang di Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri. Ada pula yang memutuskan tinggal area Kediri Kota dan di kota-kota sebelah misalnya di kawasan Kabupaten Nganjuk.
Pada awal tahun 2018, Lilik bersama puluhan warga Dusun Tanjung bersepakat untuk menetap di Tanjung Baru. Rata-rata, proses pembangunan rumah hunian di kawasan yang dulunya lahan basah itu dikerjakan dalam empat bulan.
“Dulu tinggal di Tanjung Lama dan sekarang di Tanjung Baru hampir tidak ada bedanya, karena semua warga yang ada di sini dulunya tetangga kiri-kanan saya,” ujar perempuan yang setiap hari bekerja sebagai petani ini.
Menurut Lilik, dari segi ekonomi keadaan mereka kini jauh lebih baik dari sebelumnya. Meski begitu, aktivitas sehari-hari warga Tanjung Baru tidak berubah drastis. Mereka yang dulunya petani masih melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya. Begitu pula warga yang bekerja sebagai peternak maupun pedagang. Uang ganti rugi pembebasan lahan mereka investasikan dalam bentuk tanah, mobil angkutan, ternak, dan tabungan persiapan sekolah anak-anak.
Walaupun warga Dusun Tanjung kini sudah tidak menetap di satu kawasan seperti dulu, mereka masih saling merawat komunikasi. Jika salah satu warga mengadakan acara tertentu seperti syukuran, pesta pernikahan, dan hajatan penting lainnya, mereka menggunakannya sebagai ajang berkumpul dan bertatap muka kembali.
“Rencananya, setahun sekali kita ingin mengadakan semacam reuni di hari raya lebaran,” kata Lilik.
Dia menambahkan, ada kemungkinan kawasan Tanjung Baru yang hanya berjarak sekitar satu Kilometer dari tepi Bandara itu, akan terus berkembang karena cukup tersedia lahan luas di sekelilingnya. Atau sebaliknya, puluhan warga di sana akan digeser lagi dan kembali mencari lahan hunian baru.
Secara bertahap proses pembebasan lahan seluas 376 hektare dilakukan sejak tahun 2017, dan hingga tahun 2020 ini proses masih terus berjalan. Dari tiga kecamatan yang terkena proyek pembangunan Bandara, yaitu Grogol, Tarokan, dan Banyakan, semuanya berada di wilayah Kabupaten Kediri. Lokasinya berada di sebelah barat daerah aliran sungai Brantas dan berada di lembah timur Gunung Wilis. Pemerintah melalui Menteri Administrasi Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN), Menteri Perhubungan, dan Menteri Koordinator Kemaritiman, telah sepakat melakukan ground breaking bandara tanggal 16 April 2020.
Berapapun besarnya nilai ganti rugi, hal terpenting yang patut diutamakan adalah terus menjaga dan mempertahankan kesejahteraan. Dan itu hanya bisa diraih, jika ada perencanaan matang di kalangan para warga penerima ganti rugi lahan Bandara Internasional Kediri. Sehingga uang besar yang mereka terima benar-benar bisa bermanfaat hingga ke generasi mendatang. (Kholisul Fatikhin)