Ada pemandangan tak biasa di acara kebaktian GKJW (Greja Kristen Jawi Wetan) Jemaat Kediri. Berbagai hasil panen terlihat menghiasi altar gereja. Minggu, 3 Juni, 2018, merupakan hari istimewa dalam kalender agenda GKJW Kediri. Ratusan jemaat memperingati hari raya unduh-unduh. Kegiatan ini, hanya dapat ditemui di Greja Kristen Jawi Wetan dan beberapa Gereja Kristen Jawa lainnya.
Hari raya unduh-unduh digelar sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen setiap tahunnya. Berasal dari kata unduh atau dalam bahasa Jawa disebut ngunduh, yang jika diterjemahkan berarti memetik atau memanen. Perayaan unduh-unduh sudah menjadi tradisi yang diperingati turun-temurun di GKJW.
Tradisi ini merupakan perpaduan antara ajaran Alkitab dengan budaya Jawa. Dari proses akulturasi ini, nampak bahwa keberadaan agama tidak memudarkan budaya asli. Adanya kebudayaan justru menjadi salah satu cara untuk beribadah. Lebih jauh, ritual keagamaan ini menjadi media dalam mempertahankan kearifan lokal. Pada perayaan unduh-unduh di GKJW Kediri, jemaat pria berdandan pakaian adat Jawa berupa kain lurik dan udeng atau ikat kepala. Sedangkan yang wanita berbalut kebaya, mirip seperti petani di sawah.
Arti penting tradisi unduh-unduh adalah menghargai karunia dari Tuhan. Antara lain, berupa hasil yang diperoleh dari pekerjaan para jemaat sehari-hari. Rasa syukur yang diwujudkan dalam perayaan unduh-unduh, dilakukan dengan cara berbagi kepada sesama.
“Berbagi adalah wujud tanggung jawab iman kepada Tuhan,” ujar Pendeta Kurniawan, Minggu, 3 Juni 2018.
Dari sisi sejarah, perayaan unduh-unduh pertama kali diadakan oleh GKJW Jemaat Mojowarno, Kabupaten Jombang. Awalnya, tradisi ini digelar untuk menggalang dana pendirian GKJW tertua pulau di Jawa tersebut. Seiring waktu berjalan, GKJW yang berdiri di wilayah Jawa Timur perlahan mulai berkembang. Alhasil, tradisi yang mulanya hanya terdapat di GKJW Mojowarno ini lalu menyebar ke seluruh GKJW di Jawa Timur, termasuk di GKJW Jemaat Kediri. Tak berhenti di situ, tradisi ini bahkan turut dirayakan oleh beberapa GKJ (Gereja Kristen Jawa) yang ada di Jawa Tengah dan Jakarta.

Pada perayaan unduh-unduh di GKJW Kediri, dilayani oleh tiga pendeta sekaligus. Mereka adalah Pendeta Mariones K, Pendeta Kurniawan, dan Pendeta Emiritus Surja Admaja. Acara kebaktian yang digelar pagi diramaikan dengan pementasan drama. Diperankan oleh jemaat dewasa dan anak-anak, mereka menggambarkan suasana saat panen tiba. Acara bertambah semarak dengan hadirnya tokoh pewayangan seperti Punakawan, Limbuk, dan Cangik.
Perayaan ini dilanjutkan dengan mengarak hasil panen menuju Bale Pamitran yang berada di depan SMPN 1 Kediri. Rombongan berjalan di sejumlah jalan protokol di Kota Kediri. Antara lain Jalan Diponegoro, Jalan Basuki Rachmat, Jalan Brawijaya, dan Pocanan, kemudian sampai di Bale Pamitran. Di tempat itu, hasil panen dan persembahan yang diarak kemudian dilelang. Hasil lelang, akan dikelola oleh pihak gereja.
Perayaan unduh-unduh tak hanya menjadi ritual bagi jemaat GKJW. Keberadaannya juga menjadi salah satu cara untuk membuat budaya Jawa tetap lestari. Di antaranya, budaya mengucap syukur atas hasil panen, serta berbagai kearifan lokal yang eksis di tengah masyarakat. (F. Widodo Putra)
Editor: Fatikhin