SAAT berada di sebuah tempat yang menarik, selalu ada hasrat mengabadikan momen maupun suasana. Entah itu melalui jepretan foto atau rekaman video. Akan tetapi, ada pula sebagian orang yang masih mempertahankan metode konvensional. Eksotisme sebuah kawasan didokumentasi dengan cara digambar.
Aktivitas ini populer dengan istilah Live Sketching atau Urban Sketching, ada pula yang menyebutnya Travel Sketching. Secara prinsip, ketiganya tidak ada perbedaan. Mereka yang menggemari kegiatan ini akan menggambar secara langsung, tepat di depan objek. Di Indonesia, dokumentasi dalam bentuk goresan ini sudah mulai populer di kalangan para penghobi wisata.
“Sebuah lukisan bisa menyimpan cerita perjalanan yang tak terlupakan,” ujar Taufik Chavifudin, seorang penyuka Travel Sketching, Kamis 20 Agustus 2020.
Wakil rakyat yang kini menjabat sebagai Sekretaris Komisi IV DPRD Kabupaten Kediri menambahkan, lukisan difungsikan layaknya sebuah cinderamata atau oleh-oleh. Dia merasa, sketsa lebih membangkitkan kenangan tentang tempat-tempat indah yang pernah didatangi. Jadi, Travel Sketching sebenarnya hampir mirip catatan perjalanan.
Sudah tiga tahun Ketua DPC Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kabupaten Kediri menekuni hobi ini. Jika dijumlah, lukisan yang dibuatnya telah mencapai puluhan. Di antaranya, Pura Jagatnata, Plengkung Gading dan Kampoeng Ketandan di Yogyakarta; Taman Rondo, Patung Pangeran Diponegoro, Benteng Vastenburg, Taman Budaya Raden Saleh, Patung Sukarno Berkuda, Stasiun Balapan Solo, Lawang Sewu Semarang, Masjid Menara Kudus, hingga Benteng Fort Rotterdam Makassar.
Dia mengatakan, kegemaran ini banyak dilakukan di sela waktu perjalanan dinas ke luar daerah. Ketika ada obyek yang menarik, dia akan singgah lalu melukis di tempat. Setiap bepergian, perlengkapan lukis seperti cat air, kertas, palet, dan stand holder, tidak pernah dilewatkan.
“Ruangan terbuka adalah studio lukis tempat berkarya,” kata Taufik.
Keterampilan melukis sudah dipelajarinya sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. Kala itu, skill menggoreskan cat semakin terasah saat dia bergabung di sebuah sanggar seni di dekat rumahnya di Dusun Gringging, Desa Grogol, Kabupaten Kediri.
Menariknya, kegiatan ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan studi yang pernah dia tempuh. Di antaranya, sarjana ekonomi di Universitas Islam Malang (UNISMA) dan gelar magister ekonomi di Universitas Islam Kadiri (UNISKA).
Inspirasinya dalam membuat sketsa perjalanan, banyak diilhami oleh kisah-kisah para pelaut di abad 18. Salah satunya, cerita ekspedisi ke Samudera Pasifik yang dilakukan Kapten James Cook.
Pada tahun 1732, James Cook mengajak William Hodges, seorang pelukis asal Inggris. Di berbagai tempat yang disinggahi, Hodges membuat lukisan sebagai dokumentasi perjalanan. Misalnya Table Bay, Tahiti, Pulau Paskah, Selandia Baru, dan Antartika.
Ide James Cook itu kemudian memunculkan tradisi membuat sketsa perjalanan. Saking populernya, kebiasaan ini diadaptasi berbagai kalangan. Misalnya, Edward Adrian Wilson saat menjelajahi benua Antartika pada tahun 1901. Ada pula Jacquelin dan Lee Bouvier, petualang yang mengeksplorasi Eropa. Atau Candace Rose Rardon, seorang avonturir perempuan yang berprofesi sebagai penulis sekaligus seniman sketsa, yang melukis perjalanan ketika seorang diri ke Portugal.
Sebagai wujud dokumentasi, sebuah lukisan beraliran realis bisa menjadi salah satu rujukan sejarah. Keberadaan seni lukis dapat dipandang sebagai produk sosiokultural. Sebab, suatu karya yang diproduksi dalam konteks sejarah menyimpan gambaran kondisi di setiap zaman.
Setiap karya visual merepresentasikan kehidupan zaman yang berbeda. Mulai dari cap tangan dinding gua, seni lukis di atas kanvas, penemuan kamera foto, lalu kini menginjak ke ranah videografis berbasis digital. Teknologi telah berkembang melampaui imajinasi manusia.
Dengan laju peradaban yang semakin modern, menggambar atau membuat sketsa perjalanan tentu bukan sebuah ide yang populer lagi. Termasuk, Travel Sketching yang kini tengah ditekuni Taufik.
“Bagi saya, ada sebuah perasaan bahagia ketika menggoreskan garis per garis membentuk sesuatu, menyerupai obyek yang tepat di depan mata,” ujar lelaki empat puluh sembilan tahun.
Menurutnya, itu adalah wahana yang efektif menyampaikan pesan, gagasan, maupun identitas. Secara spiritual, membuat sketsa perjalanan dijadikan ruang batin perenungan makna sebagai makhluk urban. (Kholisul Fatikhin)
Discussion about this post