PERMAINAN capit boneka atau yang juga populer disebut claw machine, belakangan ini kian digemari masyarakat. Wahana berupa kotak kaca berisi tumpukan boneka itu dulu hanya bisa dijumpai di mall, taman bermain, atau tempat hiburan lainnya. Namun, siapa sangka jika permainan tersebut sekarang telah menyebar, bahkan hingga ke daerah pedesaan.
“Kelihatannya mudah, tapi ternyata sulit juga untuk mendapatkan boneka,” ujar Zidan, salah seorang warga Desa Kerep, Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri, Jumat 12 November 2021.
Lelaki 22 tahun itu bermain capit boneka karena merasa penasaran dengan keseruan wahana ini. Sayangnya, Zidan gagal membawa pulang boneka. Cerita berbeda justru dialami Keke, siswi kelas 6 SDN Ngronggo 8. Dari tiga percobaan, dia dengan mudah mendapatkan boneka kesukaan.
Gairah masyarakat memainkan capit boneka bisa menjadi tanda jika kehidupan manusia amat dekat dengan boneka. Sebagai produk mainan, boneka selalu mempunyai daya tarik karena bentuknya yang bermacam-macam. Entah manusia, hewan, maupun tokoh-tokoh fiksi dengan berbagai karakter.
Sosok boneka yang tak bisa lepas dari ingatan masyarakat salah satunya boneka Chucky. Dia adalah nama karakter penjahat berwujud sebuah boneka dalam film Child’s Play pada 1988. Film bergenre horor itu menceritakan aksi sadis pembunuh berantai, Charles Lee Ray. Ketika melarikan diri dari kejaran polisi, Charles melakukan ritual voodoo dengan menaruh jiwanya ke boneka yang kemudian diberi nama Chucky. Hingga tahun 2021, kisah teror, pembunuhan, dan brutalitas Chucky sudah diproduksi menjadi delapan 8 film.
Seperti yang dikisahkan di film Chucky, fungsi awal boneka memang identik dengan ritual. Dalam catatan sejarah disebutkan, bangsa Mesir kuno pada 3000-600 SM menggunakan boneka di berbagai ritual pemujaan. Terbuat dari tanah liat, tulang, dan patahan kayu, boneka menjadi simbol persembahan menggantikan korban manusia.
Pada era setelahnya, boneka mengalami modifikasi. Misalnya, figur-figur manusia diberi baju dari kain, lengkap dengan tangan dan kaki yang sudah sempurna. Namun, fungsi boneka belum bergeser, masih digunakan sebagai alat pelengkap ritual.
Boneka baru dikenal sebagai mainan anak-anak memasuki abad ke 15 Masehi. Jerman adalah negara yang pertama kali memiliki ide memproduksi juga menjual boneka sebagai mainan. Kota-kota menjadi pusat produksi berada di Nuremberg, Augsburg, dan Sonneberg. Kala itu, serikat pekerja pembuat boneka juga didirikan, sehingga terdapat aturan standar pembuatan dan pemasaran boneka.
Usai diproduksi secara massal, para pembuat boneka saling berlomba-lomba membuat karya terbaik. Tercatat sejak abad 16 hingga 19 Masehi, berbagai karakter satu persatu muncul di pasaran. Misalnya, kewpie pada 1913, boneka anak kecil yang berpipi tembem dan berperut besar buatan Rose O’neill dari Amerika. Lalu, Raggedy Ann pada 1918, boneka kain buatan Johny Gruelle yang mencerminkan kebaikan, keberanian, dan kejujuran. Ada juga Bye-Lo Babby 1922, boneka bayi yang bisa memejamkan mata saat tidur buatan Grace Putnam dari Jerman.
Puncak kejayaan boneka terjadi di abad 20, ditandai dengan kemunculan boneka Barbie. Diciptakan oleh Ruth Handler pada 1959, boneka tidak hanya diwarnai beragam ekspresi tetapi juga gaya pakaian. Terbuat dari plastik dan vinil, boneka memiliki aksesoris, baju, serta rambutnya bisa dicuci, ditata, dan disisir sama seperti rambut manusia.
Ramainya boneka di pasaran kemudian mendorong munculnya boneka dari tokoh-tokoh kartun. Mulai dari sosok Winnie the Pooh, Tom and Jerry, Doraemon, Minions hingga tokoh dalam film kartun populer lainnya, hampir seluruhnya pernah dijadikan boneka.
Jika melihat riwayat tersebut, boneka yang awalnya digunakan sebagai ritual, saat ini sudah berevolusi menjadi alat bermain. Hal itu juga bisa dilihat dari keberadaan mesin capit boneka yang kini tengah viral.
Akan tetapi, beberapa bangsa di dunia masih ada yang mempertahankan unsur tradisional boneka. Secara sosiologis, boneka menjadi identitas budaya masing-masing negara. Misalnya, Mathryoskha dari Rusia, Kokoshi dari Jepang, boneka kucing keberuntungan asal Cina, boneka tanpa wajah khas orang Amish, dan boneka Layli dari Iran.
Dalam kebudayaan Indonesia, ada juga sejumlah boneka yang hingga kini masih eksis. Di antaranya, Wayang Golek yang berasal dari Jawa Barat; Si Gale-Gale, boneka mistis berwujud laki-laki asal Samosir, Sumatera Utara. Satu yang tak boleh ketinggalan yaitu Jelangkung. Kepopuleran boneka mistis ini mungkin setara dengan Chucky. Terbuat dari batok kelapa sebagai kepala dan bambu sebagai tubuhnya, boneka ini konon bisa digunakan untuk memanggil arwah atau makhluk gaib.
Jadi, wajar saja jika boneka menjadi teman dekat manusia di berbagai lapisan peradaban. Pada era modern seperti sekarang, fenomena menjamurnya mesin capit boneka semakin memperkuat kedekatan manusia dan boneka.
Hampir di setiap daerah di Indonesia, permainan ini kini amat mudah ditemui di emperan toko-toko kelontong, mini market, maupun gerai pulsa seluler. Keseruan memainkan wahana itu bahkan tidak hanya dari kalangan anak-anak. Para remaja dan orang dewasa juga gemar berburu boneka. (Imam Nur Mahmudi, Mahasiswa Program Studi Sosiologi Agama IAIN Kediri, sedang magang di Kediripedia.com)
Discussion about this post