HINGGA hari terakhir masa kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024, tidak ada satupun Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden yang berkunjung ke Kediri. Fenomena ini diduga berkaitan dengan mitos di kawasan yang dibelah Sungai Brantas. Konon, jika Presiden Indonesia menginjakkan kaki di Kediri, maka tak lama kemudian akan lengser atau turun dari jabatannya.
Presiden RI yang diyakini terkena tulah di antaranya Soekarno pada 1965. Usai menengok erupsi Gunung Kelud, ia digulingkan dan dipenjarakan di Wisma Yaso, Bogor. BJ Habibie yang singgah di Kediri pada 1999, tak bisa melanjutkan masa jabatannya. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur datang pada 2000, diberhentikan MPR pada tahun 2001.
“Penguasa yang tumbang setelah berkunjung ke Kediri sudah terjadi sejak era kerajaan,” kata Imam Mubarok, Ketua Dewan Kesenian dan Kebudayan Kabupaten Kediri (DK4), Senin, 12 Februari 2024.
Pria yang akrab disapa Gus Barok itu menyebut sejumlah persitiwa dari naskah-naskah kuno. Jayakatwang, Raja Gelang Gelang hanya bertahan 8 bulan setelah menguasai Kediri. Dia tewas diserang pasukan Majapahit yang dibantu tentara Mongol pada 1294. Demikian pula Trunojoyo, usai mendirikan kerajaan di Kediri, tokoh asal Madura itu dikalahkan Amangkurat II pada 1678.
Dari kajian yang dilakukan Gus Barok, pantangan masuk Kediri disebut Gugon Tuhon. Ini semacam aturan tak tertulis yang diwariskan para pendahulu. Folklor tersebut bermula pada tahun 674 di masa Raja Kalingga Selatan yang berkuasa di Keling, Kepung, Kediri. Suami dari Ratu Sima itu membuat aturan, setiap penguasa yang masuk wilayahnya dengan hati tidak bersih, maka akan tumbang.
“Gugon Tuhon ini yang membuat presiden takut datang ke Kediri,” ujar Gus Barok.
Akan tetapi, menurutnya larangan ini tidak mutlak. Aturan bisa gugur lewat serangkaian prosesi adat. Di antaranya, para pemimpin yang hendak ke Kediri harus melewati jalur di kawasan Nganjuk. Selain itu, perlu memiliki Keris Tindih, pusaka dari Kerajaan Kadiri, serta mengunjungi makam Syekh Wasil di Setonogedong. Ketiga syarat ini juga harus ditempuh saat capres dan cawapres hendak berkampanye di Kediri.
Seperti diketahui, pada gelaran masa kampanye Pemilu 2024, capres dan cawapres enggan datang ke Kediri. Gibran Rakabuming Raka yang santer dikabarkan hadir pada 5 Februari 2024, tiba-tiba batal. Di minggu yang sama, Anies Baswedan memilih berkampanye di Tulungagung, kawasan yang hanya berjarak 20 kilometer dari Kediri.
Berkampanye dengan menghindari Kediri juga dilakukan pasangan Anies yaitu Cak Imin. Dia memilih berkampanye di Blitar. Sedangkan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD tidak terdeteksi berada di kawasan Eks-Karisidenan Kediri selama masa kampanye.
Salah satu tokoh yang kedapatan mampir ke Kediri saat berkontestasi di Pilpres yaitu Sandiaga Uno. Dia bertemu ulama Pondok Pesantren Lirboyo pada 2019. Namun, Sandiaga gagal terpilih.
“Mitos itu belum terbukti secara akademis, narasi bahwa pemimpin dilarang ke Kediri tidak pernah disebutkan secara jelas pada naskah sejarah maupun arkeologis,” kata Sigit Widiatmoko, Dosen Sejarah Universitas Negeri PGRI Kediri.
Sigit menerangkan, fenomena presiden lengser setelah berkunjung ke Kediri perlu ada penelitian lanjut, tidak bisa sekadar otak-atik gathuk. Artinya, satu peristiwa dihubung-hubungkan dengan peristiwa lainnya, hingga seolah-olah menjadi suatu kebenaran.
Menurutnya, Kediri seharusnya menjadi perhatian pemerintah pusat. Pada era kolonial Belanda, kawasan ini menjadi pendulang ekonomi penjajah lewat berdirinya puluhan pabrik gula. Sebab, tanah Kediri dikenal subur juga menyimpan kekayaan alam. Dibangunnya Bandara Internasional Dhoho menjadi penguat jika Kediri memiliki potensi ekonomi.
“Timbulnya mitos ini sangat disayangkan, sebab Kediri perlu dikunjungi seorang presiden,” kata Sigit.
Pendapat Sigit dikuatkan oleh Mukri, Juru Kunci Petilasan Prabu Sri Aji Jayabaya. Menurutnya, tidak masalah bila presiden datang ke Kediri. Adanya mitos yang selama ini menghantui itu bukan bermaksud melarang.
Sama seperti daerah lain di Indonesia, setiap kawasan mempunyai nilai adat istiadat. Ketika hendak berkunjung, ada tata cara untuk mengetuk pintu. Saat datang ke Kediri, perlu menjaga tata krama, disertai kejujuran, dan mengayomi.
“Para pemimpin itu memilih jalan aman dengan tidak datang ke kediri,” kata Mukri.
Dia menambahkan, setiap pemimpin pasti mempunyai penasihat di bidang spiritual. Merekalah yang biasanya memberikan pertimbangan agar tidak datang. Misalnya, Megawati Soekarno Putri, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Joko Widodo. Bahkan, selama 32 tahun kepemimpinan Presiden Soeharto, dia juga enggan menjejakkan kakinya di Kediri. (Kholisul Fatikhin, Moh. Yusro Safi’udin)
Discussion about this post