Bangunan Klenteng Hong San Kiong terbilang cukup mungil. Tempat ibadat agama Tao, Konghucu dan Budha itu, telah berdiri sekitar tahun 1700 di pinggir selatan Kabupaten Jombang, tepatnya di Desa Gudo, Kecamatan Gudo.
Keberadaannya kini dikenal sebagai ikon sejarah peleburan antara warga pendatang, Tionghoa, dengan penduduk setempat yang mayoritas muslim dari etnis Jawa. “Orang-orang di sini sangat menghargai perbedaan. Setahu saya, sekalipun belum pernah terjadi perselisihan antar warga lokal dan Tionghoa,” tegas ketua Klenteng, Tony Harsono, pada Senin, 30 Oktober 2017. Pengusaha emas yang lahir dan besar di Gudo ini menjelaskan, Klenteng Hong San Kiong terbuka untuk umum.
Masyarakat sekitar pun sering terlibat bila klenteng hendak melangsungkan upacara keagamaan atau prosesi adat. Tak hanya itu, kerjasama dengan lembaga sosial lainnya juga terjalin. Komunitas Gusdurian Jombang dan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jawa Timur menggunakan tempat ini untuk menggelar pelatihan deradikalisasi beberapa bulan yang lalu.
Yang terbaru, Klenteng Hong San Kiong menerima kunjungan ratusan pemuda dari 22 negara dalam rentetan agenda ASEAN Youth Interfaith Camp (AYIC) 2017. Sebuah ajang dialog tentang keberagaman, serta mengenal lebih dekat pluralitas agama masyarakat Kabupaten Jombang.
Selain masyhur akan toleransi keberagamannya, konsistensi merawat warisan budaya, teater boneka Potehi atau lebih sering disebut wayang Potehi, makin melambungkan nama klenteng yang sudah berusia ratusan tahun ini. Potehi adalah seni pertunjukan mendalang dengan media boneka sarung tangan. Ratusan tahun silam kesenian tersebut dibawa masuk Indonesia oleh imigran Tionghoa, yang kemudian berakulturasi dengan budaya setempat.

Mulai tahun 2001, usaha revitalisasi Potehi di Klenteng Hong San Kiong digencarkan oleh Tony Harsono. Koleksi karakter wayang yang rusak termakan usia atau hilang keberadaannya, mendorong sosok yang punya nama tionghoa “Tok Hok Lay” itu, memproduksi ulang peninggalan kesenian asli Tiongkok tersebut.
Kegigihan ayah tiga anak ini akhirnya membuahkan hasil. Sampai sekarang, klenteng Hong San Kiong berhasil memproduksi ribuan koleksi wayang potehi. Bahkan seringkali menjadi rujukan peneliti seni budaya dari dalam maupun luar negeri.
Berulang kali kelompok wayang potehi binaan klenteng tersebut diundang tampil ke mancanegara, seperti Jepang, Taiwan dan Malaysia. Belum lama lalu, Duta Besar Amerika Serikat, Joseph R Donovan Jr. beserta rombongan, sengaja mengunjungi Klenteng Hong San Kiong hanya ingin melihat secara langsung proses pembuatan wayang Cina itu.
Terbukanya Klenteng Hong San Kiong untuk berbagai kalangan tersebut, menurut Tony merupakan tindakan nyata dalam mendukung keberagaman. Sejak memimpin sembilan tahun yang lalu, Klenteng Hong San Kiong kini terbuka dengan masyarakat luas.
Salah seorang pengurus klenteng, Retnawati, membenarkan hal tersebut. “Kalau dulu kesannya masih tertutup, ketika dipimpin oleh Pak Tony klenteng ini jadi makin ramai,” ujarnya. (Naim Ali)