SEJARAH mencatat, transportasi kereta api yang dinikmati masyarakat Indonesia era sekarang, dirintis sejak zaman Kolonial Belanda. Sistem perkeretaapian lahir ketika Gubernur Hindia Belanda, Johannes van den Bosch memberlakukan Tanam Paksa pada tahun 1830. Jalur rel dinilai lebih efektif mengangkut hasil bumi dari pada mengandalkan jalan raya.
Strategi tersebut diterapkan hampir di seluruh daerah jajahan Belanda, termasuk di Kediri, Jawa Timur. Dengan kondisi geografis berupa tanah subur, Kediri dijadikan sebagai sentra industri perkebunan seperti tebu, kopi, tapioka, dan karet. Hal itulah yang melatarbelakangi berseraknya sisa-sisa rel kereta Belanda di daerah yang terbelah arus Sungai Brantas ini.
“Jalur-jalur tersebut tidak beroperasi lagi karena dibongkar pada zaman penjajahan Jepang,” ujar Yazid Bustomi, pegiat komunitas Pelestari Sejarah Kediri (Pasak), Rabu, 14 Oktober 2020.
Lelaki yang akrab disapa Tomi itu mengatakan, salah satu daerah yang hingga kini masih banyak dijumpai jalur kereta lama, yaitu Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri. Rel-rel kereta itu berada di pinggir jalan, menggantung di jembatan, dan beberapa telah terkubur tanah.
Jalur lokomotif di sepanjang lintasan menuju Kampung Inggris itu dulunya dibangun perusahaan Kediri Stoomtram Maatschappuj (KSM). KSM merupakan korporasi kereta api swasta yang mengoperasikan trem uap dan kereta api uap dengan rute Kediri-Jombang. Jalur KSM yang terbentang sejauh 121 kilometer ini dibangun pada tahun 1897-1900.
“Jalur tersebut resmi ditutup pada tahun 1983,” kata Tomi.
Dulunya, keberadaan kereta api bertenaga uap di Kediri berfungsi meningkatkan mobilitas ekspor hasil perkebunan. Misi tersebut selaras dengan sistem Tanam Paksa yang digagas Johannes van den Bosch. Jalur kereta api KSM meliputi rute Kediri-Jombang dan menghubungkan antar distrik di Kediri. Misalnya, rute Pesatren-Wates, Pelem-Papar, Tulungrejo-Konto, Pare-Kepung, Semanding-Kencong, Pulorejo-Ngoro-Kandangan, dan Gurah-Kawarasan.
![](https://kediripedia.com/wp-content/uploads/2020/10/rel-kereta-pare-1024x768.jpg)
Gedung stasiun yang terbengkalai kini beralih fungsi, ada yang menjadi hunian, ruko, hingga lapak pasar tradisional. Salah satunya, bekas Stasiun Kencong yang terletak di Dusun Bangkok, Desa Klampisan, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri. Tempat pemberhentian kereta uap itu dulunya berfungsi melayani sirkulasi ekspor gula dari Pabrik Gula Kentjong yang eksis di era Kolonial. Stasiun ini berstatus non-aktif, usai PG ditutup pada tahun 1943.
“Sisa-sisa rel sudah tidak ada lagi. Diperkirakan rel tersebut sudah dicuri,” kata Siti, penghuni gedung bekas Stasiun Kencong.
Perempuan paruh baya ini berkisah, setelah Indonesia merdeka stasiun ini ditempati oleh orangtuanya, Supardi dan Kasminah. Kondisi bangunan bekas Stasiun Kencong masih terjaga keasliannya. Perubahan hanya terdapat pada jendela rumah dan sedikit renovasi di interiror dalam rumah.
Sekitar 100 meter sebelah utara stasiun terdapat bangunan pabrik bekas Pabrik Gula Kenthong pada zaman penjajahan Hindia-Belanda. Kentjong dulunya merupakan sebuah onderneming atau sebutan bagi Perkebunan Belanda.
Siti melanjutkan, satu-satunya titik yang hingga kini masih tersisa dari komplek PG Kencong yaitu keberadaan pasar tradisional. Warga setempat menyebutnya Pasar Sidodadi, populer juga dijuluki Pasar Kencong.
Setelah era penjajahan berakhir, PG Kencong dinonaktifkan. Pada tahun 1960-an kepemilikan beralih ke Perusahaan Karung Goni PT Koyomulyo. Namun, pada tahun 1990 mengalami kebangrutan hingga akhirnya ditutup. Terbengkalai selama hampir 20 tahun, pabrik tersebut kini difungsikan sebagai peternakan ayam potong yang sudah aktif sejak 5 tahun terakhir. Sedangkan rel-rel yang dulunya terbentang, sudah tidak terlihat lagi.
![](https://kediripedia.com/wp-content/uploads/2020/10/kereta-lawas-pare-1024x768.jpg)
Menurut penulusuran Tomi bersama komunitas Pasak, jalur kereta api Belanda yang hingga kini masih kokoh hanya berada di jalan sepanjang Kecamatan Gurah menuju Pare. Jika kelak jalur itu bisa dibangkitkan, akan berpotensi mengasilkan daya tarik wisata di Kediri.
“Pada tahun 1970an, banyak wisatawan asing tertarik dengan keunikan lokomotif di Stasiun Pare,” kata Tomi.
Dia berharap, Stasiun Pare dapat direnovasi menjadi museum mini. Hal itu sangat memungkinkan, karena sebagian besar kondisi bangunan masih asli.
Tomi melanjutkan, jalur kereta di Kediri yang kini terbengkalai, itu bisa dikemas menjadi perjalanan wisata vintage. Seperti halnya konsep wisata menaiki Kereta Api di Ambarawa, Jawa Tengah. Atau konsep sepur trutuk di Kota Solo, di mana kereta peninggalan Belanda bisa melintas berdampingan mobil, motor, bus, dan aktivitas warga. (Moh. Yusro Syafi’udin, Mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Kediri, sedang magang di Kediripedia.com)
Discussion about this post