“NO Bravery No Victory”, begitu tulisan di stiker yang menempel pada gerobak berwarna putih kusam itu. Jika diartikan ke Bahasa Indonesia, maknanya yaitu kemenangan tidak akan bisa dicapai tanpa keberanian. Kalimat itulah yang menjadi sumber semangat dan inspirasi bagi Supriyanto, seorang penjual batagor di Kampung Inggris Pare, Kediri.
Pria yang akrab disapa Totok ini sehari-hari menjajakan batagor di depan kursus Basic English Course (BEC), Jalan Anyelir, Pare. Bagi murid-murid Kampung Inggris, nama Totok ternyata cukup populer. Sebab, dia satu-satunya pedagang yang selalu berkomunikasi dengan pembeli menggunakan Bahasa Inggris.
“Saya belajar Bahasa Inggris dari Mr Kalend,” kata Totok, Selasa 19 April 2022.
Mr Kalend atau yang bernama asli Kalend Osen adalah pendiri BEC sekaligus pelopor berdirinya Kampung Inggris. Totok bercerita, sekitar 12 tahun lalu dia memberanikan diri untuk bertemu Kalend. Bersama teman sesama pedagang dan sopir, perantau asal Wonogiri itu minta dibuatkan program kursus di BEC.
Niat baik tersebut direspon positif oleh Kalend. Pria kelahiran Segihan, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur ini mengajari mereka setiap malam selepas shalat Isya, tiga kali dalam seminggu. Materi yang diajarkan tak ada bedanya dengan siswa BEC. Di antaranya, ilmu dasar seperti tenses, kosakata, grammar, dan ungkapan-ungkapan yang dibutuhkan dalam berkomunikasi.
Sayangnya, program tersebut hanya berjalan 2 tahun saja. Dari 20an peserta, hanya Totok yang hingga kini terus belajar dan mempraktekkan Bahasa Inggris.
“Totok itu sudah seperti Duta Besarnya Kampung Inggris,” ujar Kalend sembari tertawa kecil.
Saat ada tamu warga negara asing yang singgah ke Kampung Inggris, pria berusia 77 tahun itu selalu meminta Totok hadir. Totok diajak untuk mengobrol bersama tamu-tamu tersebut. Sejumlah tamu yang sempat ditemui Totok antara lain Duta besar Inggris, Moazzam Malik; Direktur Britis Council, Paul Smith; dan rombongan Tentara Angkatan laut Amerika (US Navy).

Totok dipercaya menemani tamu asing karena konsistensinya menggunakan Bahasa Inggris. Meski tak lagi belajar di kursus dan usianya tak lagi muda, dia terus mengasah skill dengan mengajak murid-murid berkomunikasi. Pria berusia 50 tahun ini beranggapan, berbahasa Inggris dapat memotivasi diri sendiri, sekaligus menguatkan iklim belajar di Kampung Inggris.
“Istilahnya learning by doing, kalau tidak tahu bahasa Inggrisnya saya tanya,” ungkap Totok.
Kalend menjelaskan, awal mula Kampung Inggris bisa terkenal salah satunya berkat para pedagang seperti Totok. Nama Kampung Inggris mulai dikenal luas pada tahun 1990-an. Kala itu, sejumlah jurnalis datang ke Pare. Ketika singgah di salah satu warung, mereka terkejut lantaran si penjual melayani pembeli dengan Bahasa Inggris.
“Nama penjual itu Sri Utami, dia tetangga saya. Kebetulan juga belajar di BEC,” kata Kalend.
Dia menambahkan, para jurnalis tersebut tak hanya menjumpai penjual saja yang berbahasa Inggris. Tapi juga tukang becak, penumpang, dan warga sekitar lainnya. Mereka semua adalah murid BEC yang mempraktekkan bahasa Inggris dalam aktivitas sehari-hari.
Berkat kejadian ini, berita adanya Kampung Inggris menyebar luas. Hingga sekarang, ratusan ribu murid silih berganti datang ke Kampung Inggris yang terletak di dua desa di Kecamatan Pare, yakni Pelem dan Tulungrejo. Perkembangan jumlah kursus amat pesat, dari awalnya hanya BEC yang dirintis Kalend, tercatat kini ada 154 kursus. (Ahmad Eko Hadi)
Discussion about this post