PAGAR seng setinggi 2 meter menutupi kawasan Alun-alun Kota Kediri. Dari kejauhan hanya tampak bangunan lantai dua berdinding plester semen, tanpa jendela dan pintu. Sedangkan seluruh area alun-alun dipenuhi tanaman perdu serta potongan-potongan kayu sisa konstruksi. Direncanakan selesai pada Desember 2023, proyek revitalisasi senilai 17,9 miliar itu kini terbengkalai.
“Saat ini belum bisa memastikan kapan akan dilanjutkan,” kata Endang Kartika Sari, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Kediri, ketika dihubungi Kediripedia.com via chat whatsapp, Rabu 22 Mei 2024.
Endang membenarkan bahwa proses pembangunan mandek ketika Dinas PUPR Kota Kediri memutus kontrak kerja pemenang tender pada November 2023. Pihak Dinas PUPR menganggap, proyek renovasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) tidak terselesaikan dalam batas waktu yang telah ditentukan. Selain itu, kualitas bangunan juga tidak sesuai dengan spesifikasi di awal kontrak.
Pemutusan kontrak itu pada akhirnya menimbulkan sengketa antara Dinas PUPR dan pemenang tender. Penyelesaian sengketa ini dilakukan di luar pengadilan dengan mekanisme arbitrase. Persidangan diampu oleh Lembaga Penyelesaian Sengketa (LPS) yang digelar Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
“Pembangunan alun-alun kemungkinan akan dimulai lagi pada 2025,” kata Endang.

Mandeknya revitalisasi RTH di timur Sungai Brantas memantik keprihatinan Ayub Wahyu Hidayatullah, anggota Komisi C DPRD Kota Kediri. Proyek mangkrak mengakibatkan tumbuhnya tanaman liar di kawasan alun-alun, sehingga mengurangi keindahan kota.
“Situasinya dilematis, serba salah, kalau kita bersihkan rumput di sana bisa melanggar hukum karena proses sengketa belum ada titik terang,” kata Ayub.
Menurut politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, untuk sementara alun-alun sebaiknya tetap seperti itu. Sebab, proses persidangan di LKPP masih berlangsung.

Akan tetapi, dia mendorong Pemerintah Kota Kediri agar segera menemukan solusi bagi Pedagang Kaki Lima (PKL). Mandeknya pengerjaan ini juga membuat lapak-lapak pedagang tidak tertata. Hal ini tentu berpengaruh pada keberlangsungan ekonomi para PKL alun-alun.
“Sembari menunggu persidangan, pemerintah daerah harus mengatasi dampak renovasi yang mandek, utamanya yang dirasakan para PKL,” kata Ayub.
Sebelumnya, para PKL dipusatkan di utara alun-alun, namun sejak Mei 2023 dipindahkan di sebelah selatan. Jika pembangunan selesai, mereka dijanjikan akan menempati gerai lantai 2 alun-alun. Sayangnya, pengerjaan yang ditargetkan selesai pada November 2023 malah menuai sengketa.
“Semenjak pindah omset berkurang hingga 50 persen,” kata Riyani, salah satu PKL.
Penjual ayam geprek itu menambahkan, beberapa pedagang memilih menutup kedainya karena kehabisan modal. Dia berharap, pembangunan alun-alun dapat diselesaikan agar pendapatan para pedagang kembali seperti semula.
Seperti diketahui, Pemerintah Kota Kediri mencanangkan proyek revitalisasi sebagai upaya mengembalikan alun-alun sebagai ruang publik. Di sekitar kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) ini rencananya berdiri pusat kuliner serta perpustakaan. Namun, kawasan yang semestinya menjadi tempat edukasi, rekreasi, dan sosialisasi masyarakat Kota Kediri itu kini malah mangkrak. (Dimas Eka Wijaya)
Discussion about this post