LANTUNAN doa-doa sholat terdengar dari serambi Masjid Sirojudin, Pondok Pesantren Roudlotul Ulum, Kencong, Kabupaten Kediri. Puluhan orang lanjut usia (lansia) duduk bersila sambil melafalkan takbir, iftitah, dan sholawat. Siang itu udara cukup panas, sehingga mereka sekuat tenaga menahan kantuk demi belajar ilmu agama.
Setiap bulan Ramadhan, Ponpes Roudlotul Ulum Kencong selalu diserbu para lansia. Mereka mengikuti program pesantren kilat selama 21 hari. Teras masjid dipasang sekat kayu yang membentuk 3 ruangan, berfungsi sebagai kelas sekaligus tempat tidur.
“Tahun ini santri lansia yang mondok ada 700 orang lebih,” Jauhar Nehru, Pengasuh Ponpes Kencong, Jumat, 22 Maret 2024.
Menurut pria yang akrab disapa Gus Mahu itu, pesantren kilat bagi lansia sudah dilaksanakan sejak tahun 1990 an. Sebagian dari mereka sudah pernah mengenyam pendidikan di pesantren. Akan tetapi, banyak juga yang baru terdorong belajar ilmu agama di usia senja.
Ratusan lansia itu berasal dari kawasan Kediri seperti Wates, Kandangan, Pagu, dan Badas. Sedangkan yang dari luar daerah meliputi Malang, Surabaya, Bojonegoro, dan Sumatera.
Wawasan keislaman yang diberikan dimulai dari materi paling dasar. Para lansia itu wajib mempelajari 3 kitab yakni kitab Sirojut Tholibin, Tadzkiratun Annafiah, dan Majmu Syarif. Selain ketiga kitab itu, mereka juga belajar ilmu akidah dan akhlak.
“Mereka ngaji dari pagi hingga malam,” ujar Gus Mahu.
Kegiatan dimulai dengan sholat sunnah jam 1 pagi dan istighosah hingga menjelang sahur. Usai sholat subuh, kajian kitab dilakukan hingga jam 8 pagi. Pembelajaran dilanjutkan sebelum dzuhur sampai jam 1 siang. Menjelang berbuka puasa akan diisi pengajian, disambung sholat maghrib, isya, dan tarawih.
Meski jadwal cukup padat, seluruh santri lansia itu antusias belajar di pesantren. Salah satunya, Surati, warga Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri. Nenek 57 tahun ini tampak berjalan sempoyongan usai seharian mengaji. Akan tetapi, dia masih bersemangat karena sudah berniat belajar di Pondok Kencong sejak jauh-jauh hari.
“Selama disini saya merasa lebih khusyuk beribadah,” kata nenek penjual bantal itu.
Ini pertama kalinya Surati mengikuti program pesantren kilat di Pondok Kencong. Menurutnya, saat berada di rumah, Surati selalu dibayang-bayangi pekerjaan sehari-hari. Sedangkan di pesantren, dia merasa tenang karena banyak teman, serta ada yang membimbing. Misalnya cara berwudhu, menyempurnakan gerakan dan bacaan sholat, serta melafalkan Al-Qur’an.
Sama seperti Surati, pengalaman pertama kali mengaji di pesantren juga dirasakan Inaroh. Santri asal Damarwulan, Kepung ini sebenarnya sudah akrab dengan lingkungan Pondok Kencong sejak 1972. Dia rutin mengikuti pengajian malam sabtu pon, namun kesempatan mengikuti pesantren kilat baru didapatkan tahun ini.
“Suami dan anak baru tahun ini memberikan izin untuk mondok,” ujar wanita 72 tahun itu.
Selama tinggal di pondok, dia tidak khawatir dengan menu berbuka dan sahur. Sebab, ada penjual nasi hingga lauk-pauk dengan harga dua ribu perbungkus di utara masjid. Keberadaan santri lain juga memacu semangatnya belajar agama. Misalnya, saat akan melaksanakan sholat, santri-santri berebut menempati shaf paling depan.
Inaroh, Surati, dan ratusan santri menikmati jadwal mengaji di Pondok Kencong. Meski ada waktu senggang, mereka tidak memilih pulang. Bagi mereka, bulan suci Ramadhan adalah momentum terbaik meraih pahala, walau sementara harus jauh dari anak, cucu, dan keluarga. (Moh. Yusro Safi’udin)
Discussion about this post