PARA santri pondok pesantren salaf masih mendalami wawasan keislaman dari karya tulis ulama terdahulu. Salah satu kitab populer yang menjadi rujukan pembelajaran yaitu I’anatun Nisa. Seperti namanya yang berarti “pertolongan bagi wanita”, buku ini membahas problematika, hukum, hingga tata cara bersuci ketika perempuan sedang menstruasi.
Kitab setebal 120 halaman itu ditulis oleh Kiai Muhammad Usman, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar. Pesantren ini terletak di Dusun Ngawinan, Desa Bulu, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri. Karya yang lahir dari pondok di tepi Sungai Brantas ini memudahkan para santri memahami persoalan haid. Dari Kediri, kitab I’anatun Nisa menyebar hingga dipelajari di hampir seluruh pesantren salaf di Indonesia.
“Sejak abah menulis kitab ini, santri dimudahkan karena tak lagi harus membaca kitab-kitab fiqih yang tebal,” kata Gus Muhammad, anak dari Kiai Muhammad Usman, Rabu, 13 Maret 2024.
Pria yang akrab disapa Gus Muh itu kini menggantikan ayahnya sebagai pengasuh Ponpes Al-Anwar. Pada 23 Juni 2023, sang ayah meninggal dunia akibat penyakit stroke.
Menurut Gus Muh, kitab I’anatun Nisa ditulis pada 1988. Kala itu, ayahnya masih mengajar di Madrasah Murottilil Qur’an Kodran, Desa Sidomulyo, Kediri. Para santri yang kebanyakan adalah perempuan, kesulitan memahami kitab fiqih tentang haid. Kiai Usman kemudian berinisiatif merangkum materi dari kitab-kitab kuning, serta ditulis menggunakan huruf pegon.
Karya pertama KH Usman ini berisi ilmu fiqih seputar dunia wanita. Mulai dari haid, istihadhah (darah yang keluar selain masa menstruasi), dan nifas (masa pemulihan usai kehamilan). Selain itu juga dibahas tata cara ibadah perempuan saat menstruasi serta hukum-hukum yang didasarkan pada Al-Quran dan hadist.
Saat masih menjadi santri, Kiai Usman menempuh pendidikan di Pesantren Lirboyo yang kala itu diasuh oleh Kiai Mahrus Ali. Ilmu keislaman dipertajam di Pondok Pesantren Senori Tuban dan dilanjutkan mempertajam kitab di Pondok Pesantren Batokan Kediri di bawah asuhan Kiai Jamaludin.
“Kitab I’anatun Nisa bukan satu-satunya, selanjutnya beliau menulis 5 buku lain bertema perempuan,” kata Gus Muh.
Kelima kitab fiqih terkait wanita itu adalah Kifayatul Nisa’, Fiqhul Haid, Mereka Bertanya Kepadamu Tentang Haid, Haid dan Masalah-Masalah Wanita Muslim, serta Mahir Ilmu Haid.
Di luar tema perempuan, Kiai Usman juga menulis buku seputar akhlak. Di antaranya Akhlakul Nubuwwah, Akhlaqus Salafus Solih, Anwarul Hukama’, Zubdah Birrul Walidain, Suruthu Qobulid Du’a, Rukhosu Thoharoh, Jalbur Rizki, Adabul Munakahah, Risalah At Taubah.
“Beliau juga menerjemahkan isi kitab ulama terdahulu ke bahasa Indonesia, untuk memperluas persebaran pembaca,” ujar Gus Muh.
Di antara belasan karya itu, hanya kitab I’anatun Nisa yang hingga kini terus dicetak ulang. Hak cipta dipegang penuh oleh keluarga di bawah penerbit bernama Usmaniyah. Sepeninggal ayahnya, Gus Muh kini mengelola penerbitan hingga pemasaran kitab melalui marketplace. Penjualan kitab paling banyak di Jawa dan Sumatera.
Menurutnya, kitab I’anatun Nisa yang sudah populer itu tentu rawan pembajakan. Setahun lalu, dia menemukan buku yang seluruh materinya bersumber dari kitab tulisan ayahnya. Beruntung, masalah ini segera teratasi, pelaku pembajakan berhasil ditemukan.
“Pelaku sudah minta maaf dan mau ganti rugi,” kata Gus Muhammad.
Menurutnya, kasus pembajakan sudah menjadi rahasia umum, bahkan tidak bisa dihindari. Hingga saat ini, masih banyak beredar kitab I’anatun Nisa yang dijual dengan harga lebih murah. Untuk mengenali kitab I’anatun Nisa yang original di sampulnya tertulis, Penerbit Utsmaniah. (Dimas Eka Wijaya)
Discussion about this post