BENTANG alam Kediri, Jawa Timur yang diapit Gunung Kelud di sebelah timur dan Gunung Wilis di barat, membuat kawasan ini banyak bermunculan sumber air. Hampir di setiap kelurahan atau desa, terdapat sendang yang sejak lama berkelindan dengan keseharian warga. Puluhan mata air tersebut beberapa di antaranya kini dipercantik menjadi destinasi wisata.
Salah satunya, Sumber Cakarwesi di Kelurahan Tosaren, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri. Jika dilihat dari segi fisik, mata air ini sebenarnya tak jauh berbeda dengan sumber lain di wilayah Kediri. Keberadaannya dikelilingi pohon-pohon besar dengan akar menjalar, sehingga menghasilkan udara sejuk bagi lingkungan di sekitarnya.
Daya tarik lokasi wisata ini justru terlihat dari geliat masyarakat meramaikan suasana di kawasan Sumber Cakarwesi. Berbagai keriuhan di sendang biasanya dijumpai saat sore hari. Di area mata air, terdapat anak-anak berenang dan memancing. Sedangkan di halaman depan, ada ibu-ibu yang berasal dari warga sekitar yang berpiknik serta meriung di bawah pepohonan.
Puluhan warga tersebut duduk bersantai di atas tikar sambil menikmati suasana alam terbuka. Mereka menemukan tempat piknik alternatif, ketika semua taman di Kota Kediri masih ditutup akibat pandemi Covid-19.
“Suasana sore semakin meriah, karena hampir setiap hari digelar kegiatan seni dan karaoke,” kata Djoni Arya Adi, Ketua Paguyuban Sumber Cakarwesi, Senin 15 Juni 2021.
Dia menjelaskan, lahan terbuka di dekat pintu masuk dengan luas separuh lapangan sepak bola itu juga sering dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan lain. Di antaranya, aktivitas kebudayaan seperti tempat berlatih seni Kuda Lumping Jaranan, acara musik, kegiatan senam rutinan ibu-ibu, maupun tempat singgah bagi para pesepeda.
Hingga kini, belum jelas mengapa kawasan ini disebut Cakarwesi. Menurut cerita tutur warga, wilayah ini dulunya adalah tanah gogol atau tanah garapan yang diberikan kerajaan sebagai upah kepada masyarakat desa.
Pria yang akrab disapa Mbah Djoni melanjutkan, sejak tahun 2018, warga sekitar mulai tergerak secara swadaya meramaikan sumber ini. Kesadaran warga itu bisa dibilang berbuah manis. Suasana di sekitar mata air semakin hari semakin hidup.
Hal itu jauh berbeda jika dibandingkan tahun sebelumnya. Dulunya, Sumber Cakarwesi seperti lahan tidur yang tidak memiliki fungsi. Kondisinya terbengkalai, bahkan sempat menjadi pusat perbuatan negatif seperti mabuk-mabukan dan tindakan mesum.
“Melihat kondisi tersebut, pemuda di lingkungan sekitar dikerahkan untuk membersihkan area Sumber Cakarwesi,” ujar Djoni.
Alhasil, warga lambat laun menyadari bahwa keberadaan mata air ini adalah potensi yang bisa diandalkan. Harapannya bisa memberikan dampak positif, sebagai lokasi wisata yang bisa menopang perekonomian warga.
Visi itu dieksekusi lebih lanjut dengan membentuk paguyuban yang diberi mandat mengelola kelestarian sumber. Kegiatan opersional seperti ongkos kebersihan mata air diambil dari para pedagang. Sewa lapak per bulannya dikenakan tarif 100 ribu rupiah. Selama kurang lebih dua tahun, sistem tersebut berjalan dengan baik, meskipun sempat terkendala pandemi Covid-19.
“Di awal pandemi, pendapatan warga menurun karena wisatawan mulai berkurang,” ujar Djoni.
Akan tetapi, pengelola sumber tetap bersemangat meramaikan mata air itu dengan menerapkan protokol kesehatan. Papan imbauan prokes ditaruh di berbagai tempat sebagai upaya mengingatkan pengunjung agar tetap waspada. Meski di awal pandemi sempat sunyi, Sumber Cakarwesi kini kembali banyak pengunjung.
Menurut Djoni, Sumber Cakarwesi masih memiliki banyak potensi yang bisa dikembangkan. Dari segi infrastruktur, masih banyak yang belum digarap. Misalnya, mendirikan kolam renang dan taman bermain. Sehingga, bisa menjadi destinasi wisata ramah keluarga di Kota Kediri. (Sarah Demada, Mahasiswi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UNP Kediri, sedang magang di Kediripedia.com dalam Program Kampus Merdeka Kemendikbud)
Discussion about this post