PULUHAN jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kediri menggelar aksi damai menolak revisi rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran. Mengenakan baju serba hitam, mereka membentangkan spanduk bertuliskan “RUU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers” pada Jumat, 17 Mei 2024 di depan Taman Makam Pahlawan (TMP) Kota Kediri.
“RUU Penyiaran melarang liputan investigasi, tentu merugikan kebebasan pers dalam menyajikan berita berkualitas kepada masyarakat,” kata Danu Sukendro, Ketua AJI Kediri.
Dalam orasinya, Danu menyebut produk investigasi kerap membongkar praktik kejahatan atau penyimpangan tindakan pejabat publik. Sehingga, RUU Penyiaran benar-benar mengancam iklim demokrasi.
Selain pelarangan investigasi, sedikitnya terdapat 8 pasal yang berpotensi digunakan sebagai alat kekuasaan untuk membatasi kemerdekaan pers. Jika aturan ini ditetapkan, sama saja dengan melanggar hak asasi manusia, karena jurnalis bekerja untuk kepentingan masyarakat.
“Kami mendesak pasal-pasal yang bermasalah, yang membungkam kebebasan pers untuk dicabut,” kata Danu.
Saat ini, revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran sedang berlangsung. Pada pembahasan draf RUU Penyiaran tanggal 2 Oktober 2023, cakupan penyiaran diperluas tidak hanya terbatas pada media konvensional seperti TV dan radio, tetapi juga mencakup media penyiaran digital.
Pasal 56 ayat 2 dari Undang-Undang tersebut mencatat larangan terhadap berbagai jenis konten penyiaran, termasuk yang terkait dengan narkoba, perjudian, rokok, alkohol, kekerasan, dan unsur mistik, baik dalam media konvensional maupun digital. Kendati demikian, beberapa jenis konten yang dilarang dinilai memiliki interpretasi yang beragam, sehingga memunculkan potensi penyalahgunaan.
“Larangan-larangan ini berpotensi mengekang hak publik untuk mendapat konten yang beragam”, kata Roma Duwi Juliandi, Ketua IJTI Korda Kediri.
Dia menambahkan, konsekuensi lain dari revisi UU Penyiaran adalah kewajiban produk jurnalisme penyiaran agar tunduk pada Komisi Penyiaran Indonesia. Hal ini dinilai dapat menyebabkan tumpang tindih kewenangan, karena selama ini produk jurnalisme diatur dan diawasi oleh Dewan Pers sebagaimana mandat Undang-Undang Pers.
“Revisi UU Penyiaran bertolak belakang dengan semangat demokrasi,” kata Bambang Iswahyoedhi, Ketua PWI Kediri.
Menurutnya, aksi damai ini bertujuan untuk meminta Komisi I DPR RI untuk meninjau, mengkaji ulang, atau bahkan mencabut putusan tersebut. Sebab, sebagai pilar keempat demokrasi, media punya peran strategis mengawasi penyalahgunaan kekuasaan. (Moh. Yusro Safiudin)
Discussion about this post